KEKUASAAN,
Otoritas
(kekuasaan) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan yang
sah yang diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya
menjalankan fungsinya[1].
Sedangkan dalam bukunya M. Taufiq Rahman disebutkan bahwa otoritas adalah kuasa
yang telah sah, dilembagakan, legalitasnya jelas dalam suatu masyarakat atau
sistem sosial.[2] Masih
dalam bukunya M. Taufiq Rahman, disebutkan pula adanya istilah kuasa, yang
memang secara esensial memiliki kesamaan makna dengan otoritas, yakni kuasa
adalah kesanggupan seseorang atau kelompok untuk mencapai sesuatu, mengontrol
atau mempengaruhi perilaku orang lain.[3]
Kuasa merupakan konsep yang digunakan oleh sosiolog dengan berbagai cara. Bagi Weber,
kuasa merupakan peluang seorang pelaku untuk memerintah individu-individu.
Karena Weber mengartikan kuasa sebagai peluang seseorang atau kelompok untuk
mencapai cita-cita atau suatu tindakan bersama walaupun tindakan tersebut
ditentang oleh pihak lain.[4]
Begitu juga Karl Marx menganggap bahwa kuasa politik sebagai suatu alat kelas
pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan dan eksploitasinya terhadap kelas
lain. Talcott Parsons lebih menganggap kuasa sebagai sistem sosial yang digunakan
untuk mencapai pemeliharaan dan integrasi sistem sosial.[5]
Weber
memberikan pandangan tentang macam-macam kekuasaan (otoritas), yakni sebagai
berikut:
Otoritas
Tradisional[6] menurut
Weber adalah bentuk otoritas yang begitu berbeda dengan otoritas
legal-rasional. Otoritas tradisional ini merupakan otoritas yang terjadi karena
adanya penurunan otoritas atau pewarisan posisi. Weber menyebutkan:
“Otoritas tradisional
didasarkan pada suatu klaim yang diajukan para pemimpin, dan suatu kepercayaan
di pihak para pengikut, bahwa ada kebijakan di dalam kesucian aturan-aturan dan
kekuasaan kuno.”
Otoritas
Kharismatik menurut Weber merupakan sebuah otoritas yang tidak bisa terbeli,
dalam artian bahwa kekuasaan yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu
saja, tanpa melihat status ekonomi. Otoritas Kharismatik ini berkecenderungan
terdapat pada orang-orang pilihan dalam suatu masyarakat. Misalnya karena
kemampuan personal, sifat yang dimiliki, kepribadian yang dimiliki, atau pun
manusia pilihan Tuhan di dunia. Misalnya seperti Isa, dan tokoh masyarakat
(kharismatik).[7]
Otoritas
Legal-Rasional diartikan Weber sebagai kekuasaan yang jelas legalitasnya. Weber
memberikan pandangannya bahwa otoritas legal-rasional yang paling murni adalah
birokrasi. Terdapat wadah atau sarana dalam “pemerintahan” dalam sebuah
masyarakat yang sah dan memiliki legalitas. Birokrasi ini sebagai wadah dalam
suatu struktur masyarakat yang cakupannya luas. Seperti dalam suatu masyarakat
terdapat kepala desa, sekretaris desa, atau pun ketua RT (Rukun Tetangga) dan
lain sebagainya. Selain itu cakupan makronya seperti Presiden, menteri-menteri,
dan para Wakil Rakyat yang keseluruhannya mempunyai legal-rasional.[8]
Macam-macam
otoritas[9]
dimaknai sebagai sesuatu yang sederhana, dengan suatu percakapan agar mudah
depahami.
-
Otoritas
Tradisional: “Patuhi saya karena inilah yang selalu dilakukan masyarakat.”
-
Otoritas
Karismatik: “Patuhi saya karena saya dapat mentransformasi kehidupan Anda.”
-
Otoritas
Legal-Rasional: “Patuhi saya karena saya adalah atasan Anda secara hukum.”
[1] KBBI offline 1.5.1
[2] M. Taufiq Rahman, Glosari Teori sosial, Ibnu Sina Press,
Bandung: 2011, h. 83
[3] Ibid, h. 65
[4] ibid
[5] Ibid, h. 66
[6] Ibid, h. 225-227
[7] Max Weber, Sosiologi (terjemahan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta:
2009, h. 293-301
[8] George Ritzer, Teori Sosiologi (terjemahan), Pustaka Pelajar,
Yogyakarta: 2012, h. 220-225
[9] Pip Jones, Pengantar Teori-teori Sosial, Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Jakarta: 2010, h. 116-117
0 komentar:
Posting Komentar