Selasa, 03 Desember 2013

OTORITAS (KEKUASAAN)

KEKUASAAN,
Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi V.





Otoritas (kekuasaan) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya[1]. Sedangkan dalam bukunya M. Taufiq Rahman disebutkan bahwa otoritas adalah kuasa yang telah sah, dilembagakan, legalitasnya jelas dalam suatu masyarakat atau sistem sosial.[2] Masih dalam bukunya M. Taufiq Rahman, disebutkan pula adanya istilah kuasa, yang memang secara esensial memiliki kesamaan makna dengan otoritas, yakni kuasa adalah kesanggupan seseorang atau kelompok untuk mencapai sesuatu, mengontrol atau mempengaruhi perilaku orang lain.[3] Kuasa merupakan konsep yang digunakan oleh sosiolog dengan berbagai cara. Bagi Weber, kuasa merupakan peluang seorang pelaku untuk memerintah individu-individu. Karena Weber mengartikan kuasa sebagai peluang seseorang atau kelompok untuk mencapai cita-cita atau suatu tindakan bersama walaupun tindakan tersebut ditentang oleh pihak lain.[4] Begitu juga Karl Marx menganggap bahwa kuasa politik sebagai suatu alat kelas pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan dan eksploitasinya terhadap kelas lain. Talcott Parsons lebih menganggap kuasa sebagai sistem sosial yang digunakan untuk mencapai pemeliharaan dan integrasi sistem sosial.[5]
Weber memberikan pandangan tentang macam-macam kekuasaan (otoritas), yakni sebagai berikut:
Otoritas Tradisional[6] menurut Weber adalah bentuk otoritas yang begitu berbeda dengan otoritas legal-rasional. Otoritas tradisional ini merupakan otoritas yang terjadi karena adanya penurunan otoritas atau pewarisan posisi. Weber menyebutkan:
“Otoritas tradisional didasarkan pada suatu klaim yang diajukan para pemimpin, dan suatu kepercayaan di pihak para pengikut, bahwa ada kebijakan di dalam kesucian aturan-aturan dan kekuasaan kuno.”
Otoritas Kharismatik menurut Weber merupakan sebuah otoritas yang tidak bisa terbeli, dalam artian bahwa kekuasaan yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja, tanpa melihat status ekonomi. Otoritas Kharismatik ini berkecenderungan terdapat pada orang-orang pilihan dalam suatu masyarakat. Misalnya karena kemampuan personal, sifat yang dimiliki, kepribadian yang dimiliki, atau pun manusia pilihan Tuhan di dunia. Misalnya seperti Isa, dan tokoh masyarakat (kharismatik).[7]
Otoritas Legal-Rasional diartikan Weber sebagai kekuasaan yang jelas legalitasnya. Weber memberikan pandangannya bahwa otoritas legal-rasional yang paling murni adalah birokrasi. Terdapat wadah atau sarana dalam “pemerintahan” dalam sebuah masyarakat yang sah dan memiliki legalitas. Birokrasi ini sebagai wadah dalam suatu struktur masyarakat yang cakupannya luas. Seperti dalam suatu masyarakat terdapat kepala desa, sekretaris desa, atau pun ketua RT (Rukun Tetangga) dan lain sebagainya. Selain itu cakupan makronya seperti Presiden, menteri-menteri, dan para Wakil Rakyat yang keseluruhannya mempunyai legal-rasional.[8]
Macam-macam otoritas[9] dimaknai sebagai sesuatu yang sederhana, dengan suatu percakapan agar mudah depahami.
-          Otoritas Tradisional: “Patuhi saya karena inilah yang selalu dilakukan masyarakat.”
-          Otoritas Karismatik: “Patuhi saya karena saya dapat mentransformasi kehidupan Anda.”
-          Otoritas Legal-Rasional: “Patuhi saya karena saya adalah atasan Anda secara hukum.”


[1] KBBI offline 1.5.1
[2] M. Taufiq Rahman, Glosari Teori sosial, Ibnu Sina Press, Bandung: 2011, h. 83
[3] Ibid, h. 65
[4] ibid
[5] Ibid, h. 66
[6] Ibid, h. 225-227
[7] Max Weber, Sosiologi (terjemahan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2009, h. 293-301
[8] George Ritzer, Teori Sosiologi (terjemahan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2012, h. 220-225
[9] Pip Jones, Pengantar Teori-teori Sosial, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta: 2010, h. 116-117

0 komentar:

Posting Komentar