Jumat, 06 Desember 2013

FEMINIS (KRITIK SASTRA FEMINIS)

KRITIK SASTRA FEMINIS,
Karya Prof. Dr. Soenarjati Djajanegara,
Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi V.


Sering kita membaca berbagai tulisan sastra maupun non-sastra, tulisan yang sering kita jumpai tentunya tidak terlepas dari penokohan si pengarang. Kerap kali kita temukan story yang memang bersifat gender. Gender dalam artian ada stereotip berbeda terhadap perempuan. Perempuan yang sering orang sangkakan bersifat inferior, domestik, dan lain sebagainya. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari siapa yang menulis tulisan tersebut. Dominasi kaum laki-laki dalam dunia sastra pun begitu kentara, pasalnya memang secara historis penulis-penulis bermunculan dari kaum laki-laki. Hal tersebut dikarenakan secara kultur seperti itu, bahwa wanita masih dipandang sebelah mata. Akan tetapi sekitar tahun 1960-an ketika mulai munculnya gerakan feminisme. Gerakan feminisme ini adalah gerakan pejuang perempuan, dimana perempuan meminta hak-haknya dan tidak selalu dipandang inferior.
Munculnya kritik-kritik terhadap karya-karya sastra, yang memang dipandang tulisannya bersifat subjektivitas laki-laki dan menginferiorkan perempuan. Pandangan tersebut berimplikasi pada budaya konsumsi masyarakat luas dan menjadikan pemahaman tersendiri tentang perempuan. Kesuperioritasan laki-laki bisa begitu nampak karena memang pandangan penulisnya pun dari kalangan laki-laki, akan tetapi tidak bisa digeneralisir juga tentang hal itu, bahwa tidak semua penulis laki-laki yang sudut pandangnya menstereotip negatif terhadap perempuan.
Feminisme pun memiliki pembagiannya tersendiri, misalnya saja feminisme moderat memandang bahwa wanita harus mengembangkan potensi dirinya, dengan menuntut ilmu dan lainnya akan tetapi perempuan pun secara kodrati harus menikah, tidak diharuskannya melajang seumur hidup, begitu juga wanita melahirkan dan menyusui. Feminisme moderat memang berpandangan seperti itu. Jika dilihat pula dari pandangan feminisme radikal, bahwa gerakan perempuan itu memandang dari sudut pandang radikal, derajat wanita harus berada di atas laki-laki, dan gerakan ini memang menjadi pemicu munculnya “lesbian”. Karena memang mereka menganggap, seakan-akan laki-laki itu selalu menindas, menyiksa dan lain sebagainya dan menganggap bahwa perempuan lah yang dapat mengertikannya, membuat nyaman dan membahagiakannya, walaupun terkadang ada juga hubungan tersebut tidak sampai berhubungan badan, akan tetapi hanya sama dalam hal perasaan saja.

Kritik sastra feminis ini memandang bahwa perlu adanya kritikan terhadap penulis-penulis yang memang mempunyai sudut pandang mutlak laki-laki saja dan selalu meninferiorkan wanita. Hal tersebut perlu adanya perhatian, dan disana kaum feminisme hadir sebagai penyambung lidah atau penyalur aspirasi dan mewakili seluruh perempuan yang ingin memperjuangkan hak-haknya dan juga konsumsi masyarakat luas dalam mencerna konsep perempuan tidak salah. Karena menurut Prof. Qurais Shihab bahwa antara laki-laki dan perempuan saling melengkapi, menjadi partner satu sama lain, wanita tidak hanya di area domestik saja, begitu juga laki-laki tidak hanya ada di daerah publik saja.[]

0 komentar:

Posting Komentar