Minggu, 29 Desember 2013

Motivation and Inspiration


Anda adalah apa yang anda pikirkan mengenai diri anda. [David J Schwartz]

Menjadi orang baik itu tidak mudah, tapi setidaknya kita berusaha tuk slu belajar menjadi orang yang lebih baik, lebih baik dan lebih baik.... [Agus Mauluddin]



Kebenaran yang tak terorganisir akan terkalahkan oleh kejahatan yang terorganisir [Sayyidina Ali]

Kesalahan terbesar yang dibuat manusia dalam kehidupannya adalah terus-menerus merasa takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan (Elbert Hubbad)


Lupakalah hal yang tak perlu kita ingat dan Ingatlah hal yang tak perlu kita lupakan [Agus Mauluddin]

Jika ada... Seribu Cendikiawan disana, salah satunya itu adalah saya. Jika ada... Seratus Cendikiawan disana, salah satunya itu adalah saya. Jika ada... Sepuluh Cendikiawan disana, salah satunya itu adalah saya. Jika ada... Satu Cendikiawan disana, maka itu adalah saya.

"Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama tidak menulis, dia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." (Pramoedya Ananta Toer). Menulis adalah mengikat ilmu pengetahuan dan meneruskannya kepada generasi mendatang. 

Orang berilmu-pengetahuan tinggi itu, ciri-cirinya antara lain dua saja:
1. Bila membuat kalimat, ia akan sangat hati-hati dan akan mengatakan secara akurat/spesifik tentang apa yang dimaksudkannya sehingga menghindarkannya dari salah tafsir pada sang penerima pesan. Sebaliknya, orang yang kurang berilmu-pengetahuan, biasanya statemennya umum (berpikir secara general) dan tidak spesifik yang seringkali membuatnya kebingungan ketika menerima pesan yang terlalu spesifik (karena tak biasa berpikir detail).
2. Bila menghadapi sebuah persoalan yang rumit, seorang yang berilmu-pengetahuan tinggi mampu menjelaskannya secara sederhana tentang apa yang terjadi. Sebaliknya, orang yang kurang berilmu-pengetahuan akan ber-rumit-rumit dalam berpikir maupun dalam merangkai kata-kata, padahal hanya untuk menjelaskan sesuatu yang sejatinya sederhana saja.
(AHD)


"Dengan penuh ketulusan dan kebahagiaan, kami tak pernah ragu mengungkapkan dalam banyak kesempatan, bahwa kami adalah seorang anak desa yang bermimpi besar dan mau berjuang dalam mencapai mimpi itu -sekalipun dengan merayap jika perlu-". 
(GRS) 

Cara Alami Menyelamatkan Daya Ingat


Cara Alami Menyelamatkan Daya Ingat Seperti dilansir laman Prevention Indonesia belum lama berselang, inilah kebiasaan sehat yang dapat kita lakukan agar kinerja otak tetap awet muda:
1. Olahraga Penelitian membuktikan, orang lanjut usia yang melakukan olahraga level moderat, seperti olahraga jalan sebanyak lima kali dalam seminggu, berhasil menekan munculnya gejala pikun setelah rutin berolahraga selama enam bulan. Sampai saat ini, para peneliti belum mengerti secara pasti efektivitas olahraga bisa menekan kemunduran kerja otak. Namun para peneliti membuktikan, olahraga sangat efektif menekan produksi hormon stres di dalam otak yang mempengaruhi keseluruhan fungsi tubuh. Olahraga juga membuat kita tidur lebih lelap, sehingga kemampuan otak untuk memperbaiki sel-sel rusak dari aliran darah yang optimal selama tidur dapat terjadi sempurna.
2. Menikmati Warna-warni Buah dan Sayuran Para ahli menyarankan kepada orang-orang yang mengalami tingkat stres untuk mengonsumsi buah dan sayuran. Tak sekadar buah dan sayuran dari satu jenis saja, tapi harus bervariasi. Sebab variasi inilah yang akan membuat otak mendapatkan berbagai jenis antioksidan yang dapat menyelamatkan kita dari serangan radikal bebas.
3. Beri "Tantangan" Mental bagi Otak Randolph Schiffer, Direktur Cleveland Clinic Lou Ruvo Center untuk Kesehatan Otak, menjelaskan, otak yang dilatih secara rutin akan semakin membentuk tingkat ketajaman memori. Latihan seperti apa yang diperlukan otak? Cukup menyenangkan karena sebenarnya yang kita lakukan adalah bermain, yaitu bermain sudoku, catur, atau mengisi teka-teki silang.

4. Beri Tubuh Kualitas Tidur yang Baik Tahukah Anda apa yang akan dinikmati otak saat kita tidur delapan jam dengan kualitas yang baik? Jawabannya adalah kerja kognitif dan daya ingat otak akan semakin optimal. Sebab, tidur akan membuat tubuh menekan produksi hormon stres. Sehingga seluruh tubuh akan merasa rileks. "Bahkan ada bagian otak yang justru aktif bekerja saat kita tertidur," ucap P. Murali Doraiswamy, Kepala Psikiatri Biologis dari Duke University Medical Center dan penulis buku The Alzheimer`s Action Plan. Tapi jangan lantas mengandalkan obat tidur demi membuat otak menikmati semua manfaat itu. Sebab, obat tidur justru memberikan efek samping terhadap otak. Karena itu, perlu konsultasi dengan dokter untuk mengonsumsinya. Ayo mulai beri perhatian pada otak, lindungi mulai dari sekarang! (TOW/ANS/wwww.preventionindonesia.com)

SYARAT-SYARAT OTONOMI DAERAH


Peraturan tentang Otonomi Daerah termaktub dalam UU No. 32 tahun 2004, begitu pula syarat-syarat terbentuknya yakni sebagai berikut:
Syarat Administratif
Provinsi
-          Mendapatkan persetujuan DPRD Kabupaten/kota
-          Mendapatkan persetujuan Bupati/Wakil Bupati yang akan menjadi cakupan wilayah Provinsi
-          Mendapatkan persetujuan DPRD Provinsi induk
-          Mendapatkan persetujuan Gubernur
-          Mendapatkan Rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri
Kabupaten/Kota
-          Mendapatkan persetujuan DPRD Kabupaten/kota
-          Mendapatkan persetujuan Bupati/Wakil Bupati
-          Mendapatkan persetujuan DPRD Provinsi
-          Mendapatkan persetujuan Gubernur
-          Mendapatkan Rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri
Syarat Teknis
Provinsi dan Kabupaten/Kota
-          Kemampuan Ekonomi
-          Potensi Daerah
-          (kemampuan secara) Sosial Budaya
-          (kemampuan secara) Sosial Politik
-          Kependudukan
-          Luas daerah
-          Pertahanan
-          Keamanan , dll
Syarat Fisik kewilayahan
-          Provinsi: Minimal memiliki cakupan 5 Kabupaten/Kota
-          Kabupaten: Minimal memiliki cakupan 5 Kecamatan
-          Kota: Minimal memiliki cakupan 4 Kecamatan
Contoh:
1.      Kabupaten Pangandaran (Pemekaran/Otonomi Daerah)
Secara Administratif
Secara Administratif kabupaten pangandaran harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Kabupaten Ciamis, harus mendapatkan persetujuan dari Bupati/Wakil Bupati Ciamis yakni H. Engkon Koswara, harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Provinsi, harus mendapatkan persetujuan dari Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Secara Teknis
Kabupaten baru (Pangandaran) yang akan dimekarkan harus memiliki syarat: Kemampuan Ekonominya bagus, Daerah Pangandaran merupakan daerah yang potensial/berdaya, kemampuan sosial budayanya bagus, kemampuan sosial politiknya mapan, pertahanan dan keamanannya mumpuni dan lain sebagainya.
Secara Fisik Kewilayahan
Kabupaten Pangandaran minimal harus terdiri dari 5 Kecamatan.
2.      Provinsi Kaltara (Kalimantan Utara)
Secara AdministratifSecara Administratif Provinsi Kaltara harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Kabupaten 'Sebelumnya', harus mendapatkan persetujuan dari Bupati/Wakil Bupati 'Sebelumnya', harus mendapatkan persetujuan dari DPRD Provinsi induk/ 'Sebelumnya', harus mendapatkan persetujuan dari Gubernur 'Sebelumnya', harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Secara Teknis
Provinsi baru (Kaltara) yang akan dimekarkan harus memiliki syarat: Kemampuan Ekonominya bagus, Daerah Kaltara merupakan daerah yang potensial/berdaya, kemampuan sosial budayanya bagus, kemampuan sosial politiknya mapan, pertahanan dan keamanannya mumpuni dan lain sebagainya.
Secara Fisik Kewilayahan
Kabupaten yang ada di Kaltara minimal harus terdiri dari 5 Kabupaten/Kota


By:  Agus Mauluddin, Sosiologi V (2013)

Jumat, 06 Desember 2013

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM SEJARAH DUNIA PERSPEKTIF GENDER

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM SEJARAH DUNIA
(PERSPEKTIF GENDER)


Secara historis perempuan seakan-akan menjadi entitas yang diperlakukan tidak manusiawi. Sejarah Dunia ketika Islam lahir tahun 570 M, dan keberadaan dunia saat itu memposisikan wanita secara rendah. Sejarah Yunani menyebutkan, bahwa di Yunani wanita dianggap sebagai penyebab segala penderitaan dan musibah. Ketika tamu datang istri diperlakukan sebagai budak atau pelayan. Istri diberi kebebasan untuk melacur atau berzina. Kalau itu terjadi si wanita sangatlah terhormat. Dalam hal sexual pun Yunani mempunyai dewa cinta yang disebut “Kupid” (Gayo, 2010 770).
Romawi memiliki sebuah selogan, yang memang selogan itu suatu pernyataan bahwa penindasan wanita begitu kentara di Romawi. Selogan bangsa Romawi terhadap wanita ‘Ikat mereka dan jangan dilepas’. Suami boleh mengatur istri secara penuh dan berhak pula membunuh istri tanpa gugatan hukum. Mandi bersama antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang biasa dan lebih dari itu. Romawi mempertontonkan aurat wanita dalam suatu kontes yang disebut “Fakuaro” (Ibid.)
Jika mencermati fenomena dewasa ini, mungkin hal tersebut tidak sulit kita temui. Budaya barat yang semakin kental nuansa modernitas juga liberalnya yang berimplikasi pada perilaku masyarakatnya. Dan jika mencermati sejarah, berarti disana dunia barat telah kembali lagi pada masa “kelam sejarah”. Walaupun demikian, tetap saja menurut Gramsi (2010) dalam teori hegemoninya, bahwa budaya “Barat” melalui media massa disadari maupun tidak telah menghegemoni masyarakat luas. Berimplikasi pada perilaku masyarakat luas pula.
Lelaki di Persia memiliki kebebasan mutlak tanpa batas terhadap wanita. Hukuman tidak diterapkan kepada lelaki melainkan hanya bagi wanita. Kalau lelaki marah wanita boleh disembelih. Wanita dilarang menikah dengan lelaki yang tidak memiliki baju besi. Bila haid, wanita diusir dan diungsikan jauh di luar kota. Nasib wanita india malah lebih tragis lagi. Mereka tidak punya hak hidup setelah suaminya mati, sehingga dia harus mati juga dan dibakar bersama mayat suaminya. Adat bakar istri ini berlanjut hingga lahirnya islam.
Di China pada umumnya berlangsung kerusakan dan kebiadaban. Masyarakatnya lebih menyerupai binatang ketimbang manusia. Berzina sekehendak hati dan tanpa rasa malu atau dosa. Orang tua tidak memberikan hak waris kepada anak perempuan. Bangsa Yahudi yang telah mengenal agama Tauhid bahkan memperlakukan wanita tidak kalah kejamnya. Pendeta mereka diperbolehkan melakukan zina dengan wanita lain. Di dalam kitab yang telah diselewengkan dikatakan bahwa Allah melarang mereka bersetubuh dengan kerabatnya.
Bangsa Arab Jahiliah, tempat dimana Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan, memperlakukan wanita lebih biadab lagi. Ibu kandung menjadi barang warisan, anak boleh mengawini ibunya. Di pihak lain, sepuluh orang boleh menggauli seorang wanita bersama-sama dan ketika anaknya lahir, si ibu boleh mengklaim satu diantara 10 bapak itu sebaai si pemilik anak.
Dikalangan kristen, wanita digambarkan sebagai biang kemaksiatan, akar segala kejahatan dan pelaku dosa. Wanita adalah pintu jahanam, karena merekalah yang mendorong dan menyeret lelaki untuk berbuat dosa. Nasrani bernama Tirtolian berkata “Wanita adalah pintu Syetan ke dalam jiwa manusia. Wanita (Hawa) pulalah yang menggoda lelaki (Adam) mendekati pohon terlarang, melanggar peraturan Allah.

Fenomena historis tersebut merupakan masa-masa kelam perlakuan terhadap kaum perempuan pra-Islam. Seiring masuknya Islam, perempuan pun diangkat derajatnya, diperlakukan tanpa adanya subordinasi. walaupun tetap saja ada pandangan-pandangan yang mengatakan perempuan tetap diperlakukan tidak adil, seperti dalam pembangian waris misalnya masih lebih sedikit dari pada laki-laki. Hemat penulis menceramati kasus waris tersebut tentunya tidak harus berpandangan adanya subordinasi. Akan tetapi coba bagaimana sejarah mencatat perlakuan terhadap perempuan pra-Islam begitu tidak manusiawi, Islam datang mengangkat hak-hak perempuan, apakah perempuan mau menafikan hal tersebut.

Selain itu sering orang menyebut konsep adil, bahwa dalam hal waris perempuan sering diperlakukan tidak adil. Adil yang seperti apa duluadil pun ada macamnya, adil distributif dan adil proporsional. Misalnya ada tiga orang anak dalam keluarga, orang tuanya memberikan uang 10rb kepada setiap anak, itu disebutnya adil distributif. Akan tetapi adil seperti itu belum tentu adil secara adil proporsional. Dalam artian anak-anak tersebut yang satu masih SD (Sekolah Dasar), yang satu Masih kuliah, yang satunya lagi sudah bekerja, tentunya dalam pemberian uang pun berbeda beda. Misalnya yang masih SD diberikan 5rb perhari, yang kuliah diberi 15rb perhari, sedangkan yang sudah bekerja tidak perlu diberikan uang setiap harinya, karena memang sudah bekerja. Nah hal tersebut merupakan konsep adil. jika dikaitkan dengan kasus waris, bahwa memang adil disana harus adil proporsional. Buktinya, bahwa perempuan ketika sudah menikah keperluannya akan di tanggung suaminya. Laki-lakilah yang akan menanggung istrinya (perempuan).

Fenomena historis tersebut harus dimaknai secara mendalam,  agar tidak terciptanya pandangan yang serampangan, seperti pandangan yang masih beredar di masyarakat masih adanya subordinasi terhadap perempuan, dan hal tersebut memang terbantahkan dengan bukti historis tadi, dahulu pra-Islam, Islam datang sekitar 570 M, hingga era dewasa ini terdapatnya perubahan-perubahan perlakuan terhadap perempuan, hingga dewasa ini terdapatnya “perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan”.[]
Source: http://www.uinsgd.ac.id/front/detail/karya_ilmiah/skripsi/kedudukan-perempuan-dalam-sejarah-dunia-perspektif-gender

Kelompok Sosial dalam Konsep AGIL

Kelompok Sosial dalam Konsep AGIL
(Studi Kasus Masyarakat Ciamis Desa Danasari, Dusun Sindanghayu)
Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi V.



Asumsi dasar tentang manusia (Soekanto, 2007: 100) bahwa sejak dilahirkan sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
1.      Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya (yaitu masyarakat);
2.      Keinginan untuk menjadi satu dengan  suasana alam sekitarnya.
Kelompok sosial (Sunarto, 2000: 129) merupakan suatu gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung di dalamnya. Misalnya menjadi anggota dalam keluarga, menjadi warga salah satu umat beragama, warga suatu suku bangsa atau kelompok etnik, warga rukun tetangga, warga rukun kampung warga desa atau kota, warga negara Republik Indonesia. Berdasarkan pernyataan tersebut maka jelas bahwa tanpa kita sadari sejak lahir hingga ajal sebenarnya manusia menjadi anggota berbagai jenis kelompok. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan mengapa para Sosiolog senantiasa mempunyai perhatian besar terhadap gejala pengelompokan manusia.
Adaptation (Adaptasi) dimaknai bahwa kelompok sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi atau dengan kelompok sosial lainnya. Salah satu studi kasus yang penulis teliti yakni di dusun Sindanghayu, ada temuan bahwa kelompok sosial di daerah barat sindanghayu begitu erat dengan di daerah Timur sindanghayu, karena mereka mampu beradaptasi, juga memang karena letak geografisnya tidak terlalu jauh.
Goal Attainment (Pencapaian Tujuan Yang Diharapkan) dimaknai bahwa tujuan individu harus menyesuaikan dengan tujuan sosial yang lebih besar agar tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan lingkungan sosial. Kasus di dusun Sindanghayu secara keseluruhan memiliki satu visi, yakni individu tidak bertentangan dengan lingkungan sosialnya. Contohnya dalam hal Pemotongan hewan Qurban terpusat di lingkungan masjid daerah Timur sindanghayu, walaupun di teritorial lain pun bisa saja menyelenggarakan pemotongan hewan qurban.
Integration (Integrasi/Kebersamaan) dimaknai menunjukkan adanya solidaritas sosial dari bagian-bagian yang membentuknya serta berperannya masing-masing unsur tersebut sesuai dengan posisinya. Kelompok sosial di dusun Sindanghayu satu sama lain saling berintegrasi, sehingga menciptakan masyarakat yang baik. Misalkan dalam hal kebersihan lingkungan mingguan, semua warga masyarakat tentunya kelompok sosial, saling berintegrasi.
Latent Pattern Maintance (Pemeliharaan Pola Latent) dapat dimaknai, bahwa dari ketiga aspek tersebut perlunya pemeliharaan, agar terciptanya masyarakat yang baik, seimbang, harmonis dan teratur.[]



Female Genital Mutilation (FGM) sebagai Fenomena Sosial Perempuan

Female Genital Mutilation (FGM) sebagai Fenomena Sosial Perempuan,
Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi V.





FGM _Africa_2005. 
Fenomena sosial merupakan fenomena masyarakat secara umum, yang sering kita temukan memiliki karakteristik tersendiri satu sama lainnya. Fenomena Sosial perempuan lebih terfokus pada aspek perempuan di dalamnya. Terlepas dari itu berdasarkan dogmatis maupun kultural.
Fenomena Sosial Perempuan seperti Female Genital Mutilation atau sering di sebut FGM ini atu pula sering orang menyebut sunat/sudat merupakan fenomena sosial yang bisa ditemukan di daerah masing-masing, yang memang mempunyai kultur tersendiri tentang FGM tersebut.
Foucault (Jones, 2010: 184) mengartikan FGM sebagai praktik memotong sedikit klitoris. Foucault juga memberikan penjelasan bahwa FGM harus dipahami dalam aspek tujuannya. Jika tujuan pokok perkawinan adalah agar suami mendapatkan keturunan dari istrinya dan oleh karena itu ia dapat mewariskan harta kekayaannya, maka pengaturan seksualitas perempuan menjadi suatu keharusan. Tanpa jaminan keperawanan perempuan, seorang suami yang baru menikahinya akan merasa skeptis tentang anak yang dilahirkannya, apakah benar-benar keturunan biologisnya. Sering orang menyebut FGM ini yakni dusunat atau disudat, terdapat juga fenomena FGM ini yang paling ekstrim yaitu menjahit labia. Foucault (Jones, 2010: 185) pun menggambarkan bahwa feminis menyebutkan hal tersebut sebagai bentuk yang sangat tegas dari patriarki. Karena ketika labia seorang perempuan itu di jahit dan labianya semakin sempit itu akan berimplikasi pada kepuasaan seorang laki-laki dalam berhubungan seks.
Sedangkan menurut Dr. Haifaa A. Jawad (2002: 179) FGM atau penyunatan alat kelamin perempuan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan satu macam operasi alat kelamin yang dilakukana kepada anak-anak perempuan, gadis-gadis dan kaum perempuan. Secara umum ada tiga tipe pokok sirkumsisi pada perempuan, yaitu:
Pertama, sirkumsisi adalah tipe penyunatan alat kelamin yang paling ringan, yang mencakup tindakan memotong penutup klitoris. Dikenal juga dibeberapa negara Muslim sebagai tindakan sunnah, dan ini adalah satu-satunya bentuk penyunatan yang secara tepat dapat digambarkan sebagai sirkumsisi.
Kedua, eksisi adalah penyunatan yang menghilangkan klitoris dan seluruh labia minora atau sebagian labia minora.
Ketiga, infibulasi adalah bentuk penyunatan yang paling berat. Terdiri dari tindakan menghilangkan seluruh klitoris, labia minora dan bagian-bagian dari labia mayora. Dua sisi vulva dijahit jadi satu dengan hanya menyisakan satu lubang kecil untuk keluarnya darah menstruasi dan kencing.
Penulis menyoroti macam-macam FGM tersebut, dan menyimpulkan bahwa tipe FGM yang pertama-lah yang dirasa cocok untuk diterapkan, jika memang suatu daerah mengharuskan untuk melaksanakan praktek tersebut.
Sebagai contoh, jika dilihat berdasar historis pada masa Fir’aun, terdapat seorang Janda dari mendiang Fir’aun dikubur hidup-hidup untuk memastikan bahwa mereka tidak akan dapat memiliki hubungan dengan laki-laki lain. Pada masa Romawi Kuno, budak-budak perempuan dipasangi cincin pada labia mayora mereka untuk mencagah agar mereka tidak hamil. Fenomena yang begitu miris untuk didengar. Begitu kejamnya perlakuan pada era pra kekinian.
Dilihat secara historis, bahwa FGM ini belum ada satu kesepakatan pun tentang asal usul praktek ini. akan tetapi FGM ini diyakini telah dilakukan secara meluas pada masa Mesir kuno atau pra-Islam, sehingga diperkirakan bahwa Mesirlah negara pertama yang mempraktekan FGM ini. akan tetapi, diyakini juga bahwa praktek ini mungkin adalah sebuah ritus remaja orang afrika yang sudah tua usianya, yang disebarkan ke Mesir melalui cara difusi.  
FGM ini telah dipraktekan oleh orang-orang Muslim, Katolik, Protestan, Penganut Kopt, Penganut Animisme, dan para Ateis di negara masing-masing. Misalnya di Mesir dan Sudan, orang-orang Muslim dan Kristen sama-sama mempraktekan sirkumsisi perempuan dan praktek tersebutdidukung oleh alasan-alasan budaya dan tradisional.
Orang-orang Muslim di beberapa negara tertentu masih terus percaya secara salah bahwa perempuan yang disirkumsisi itu dari sudut pandang agama dinilai tidak bersih, dan dengan disirkumsisi itu perempuan akaan bersih dan lebih suci.
Pada saat ini, FGM dipraktekan di lebih dari 20 Negara. Di Afrika meliputi negara Kamerun, Ghana, Mauritania, Chad, Mesir Utara, Kenya, Tanzania, Sudan, Mali, Bostwana, Ethiopia, Nigeria. Di Asia pun dipraktekan seperti familiar di kalangan orang-orang Muslim Philipina, Malayasia, Pakistan, dan Indonesia. Namun operasi pembedahaan ini tidak umum dilakukan di beberapa negara tertentu seperti, yaitu Saudi Arabia, Iranm Iraq, Yordania, Syiria, Lebanon, Maroko, Aljazair, dan Tunisia.
Menurut penuturan orang Sudan bahwa alat-alat kelamin perempuan bagian luar itu kotor dan dianggap juga jelek. Oleh karenanya, alat-alat kelamin tersebut perlu dihilangkan untuk menjaga kebersihan. Alasan lain yankni alasan seksual, hal tersebut meliputi beberapa persoalan tertentu seperti penjagaan keperawatan yang dinilai tinggi disemua masyarakat yang memegangnya, seakan-akan menjadi sebuah syarat bagi perkawinan.
Berdasarkan pada persoalan penting yang sering sekali disebutkan baik oleh kaum perempuan ataupun laki-laki adalah apa yang disebut dengan bentuk alamiah perempuan yang “sangat bernafsu seksual” dan pentingnya mengurangi keinginan tersebut supaya mereka terhindar dari malu dan tercela. “penting bagi semua perawan untuk dipaksa menjalani sirkumsisi agar mereka dapat menjaga kesuciannya. Ujar perawat Mesir yang bekerja pada pusat kesehatan disana. Menurut perawat mesir disana juga bahwa ia akan melakukan sirkumsisi terhadap anaknya untuk melemahkan birahi seksual anak-anak perempuan, sehingga perempuan akan terjaga kesuciannya.
Dalam kacamata Fiqih atau menurut Hadis yang paling sering disebutkan tentang FGM ini adalah hadis yang menceritakan bahwa Nabi SAW, setelah melihat Ummu Atiyyah – tukang sunat, beliau memerintahkan kepadanya untuk “memotong sediki dan tidak melebih-lebihkannya, karena yang demikian itu lebih menyenangkan bagi perempuan dan lebih baik bagi suaminya”. Sunat itu sunnah bagi laki-laki dan makrumah (perbuatan yang mulia) bagi perempuan.
Akan tetapi, setelah melihat secara lebih dekat terhadap hadis tersebut, ternyata ada versi lain yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan dengannya, yang akhisnya mengurangi kreadibilitas hadis tersebut. Selain itu, hadis-hadis yang ada secara umum dinilai sebagai hadis-hadis yang tidak shahih dan dha’if. Menurut Mahmud Syaltut, mantan Syeikh al-Azhar Kairo. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa sunat perempuan itu tidak memiliki dasar apapun, baik dalam al-Quran maupun al-Hadis.
Menurut Syeikh Abbas, Rektor Institut Muslim pada Masjid di Paris, menegaskan pandangan ini. “Kalau sunat bagi laki-laki (meskipun tidak menjadi wajib) itu memiliki tujuan estetika dan higenisitas, maka tidak ada satu pun teks keagamaan islam tentang nilai yang menetapkan adanya eksisi bagi perempuan.
Akan tetapi pandangan umum penulis secara sosiologis, bahwa FGM ini bisa diterapkan memang untuk negara, daerah yang memiliki kearifan lokal/ keyakinan terhadap keharusannya FGM ini. akan tetapi tentunya yang memperhatikan aspek kesehatan. Salah satunya jika dilihat dari macam-macam FGM tersebut. Dengan sirkumsisilah penulis rasa bisa untuk diterapkan. Dalam artian bahwa dengan memotong sedikit klitoris atau senada dengan apa yang dikatakan Pip Jones (2010), hanya memotong sedikit klitoris tidak akan berdampak negatif terhadap perempuannya, tentunya juga dengan menggunakan alat dan teknik yang baik dan benar.[]

Sumber Bacaan:
Jawad, Haifaa A, 2002, Otentisitas Hak-hak Perempuan, Yogyakarta: Fajar Pustaka

Jones, Pip, 2010, Pengantar Teori-teori Sosial, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Sekularisme di Indonesia di era kekinian

Relevansi Sekularisme di Indonesia di era kekinian

Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi IV A.



Ketika berbicara tentang sekularisme, tentunya tidak terlepas dari term pemisahan antara agama dan Negara. Negara Indonesia yang nota bene berideologi Pancasila yang secara histories disebutkan bahwa ideologi pancasila adalah gambaran dari karakteristik bangsa Indonesia sendiri. Secara esensial, ideologi pancasila ini begitu kentara memiliki afiliasi dengan agama. Agama seakan-akan tidak bisa dikotomikan dengan Negara, begitu juga sebaliknya.
Ideologi Pancasila sering kita artikan sebagai ideologi murni bangsa Indonesia. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, jika dilihat secara histories pun bahwa para Founding Father telah merumuskan pancasila hingga seperti saat ini adanya, tentu tidak semudah yang dibayangkan. Tentunya perlu pertimbangan yang matang, dan perenungan yang mendalam. Para Founding Father dalam merumuskan pancasila yang senyatanya memang berangkat dari penjabaran bangsa Indonesia sendiri.
Sekularisme begitu ramai diperbincangkan, khsusnya di dunia akademisi. Memang menjadi suatu topik yang menarik untuk di elaborasi. Akan tetapi ketika dipertanyakan secara tataran praktisnya. Apakah sekulerisme ini relevan jika diterapkan di Indonesia, yang nota bene Indonesia itu berideologi Pancasila, relevankah?
Indonesia adalah suatu Negara yang menerapkan sistem demokrasi pancasila dimana seperti yang di paparkan sebelumnya, bahwa Indonesia begitu kentara dengan agama, walaupun memang terdapat 6 agama yang dilegitimasi di indonesia, yang kesemuanya memang berbeda akan tetapi sama secara substantif, sama-sama mengajarkan akan “nilai kebenaran dan kebaikan”.
Berangkat dari sekularisme, secara simplifikasinya di Indonesia tidak relevan jika menerapkan paham sekular atau mendikotomikan agama dengan Negara. Akan tetapi secara definitif sekularisme dalam historical-nya yakni ketika sekitar abad ke-18 terjadinya “sekularisasi” dimana yang awalnya segala hukum sesuatu itu diserahkan sepenuhnya pada Gereja, tidak diberi kesempatannya seseorang untuk mengembangkan pengetahuannya. Akan tetapi disana mulai adanya sekularisme, yang mana gereja tidak lagi menjadi central, akan tetapi dengan sekularisme itu seseorang bebas mengekspresikan dirinya. Dalam artian disini adanya zaman pencerahan (enlightening), kebangkitan bangsa Eropa di dunia.
Serara substantif timbul adanya sekularisme ini memang bagus. Jika kita menyoroti histories Islam pun akan sama juga. Misalnya saja ketika pada abad “kemunduran Islam”. Islam seakan-akan begitu terpuruk. Para tokoh Muslim memperbincangkan hal itu, kenapa Islam bisa terpuruk? Para tokoh Muslim pun memberikan solusi dan alasannya kenapa Islam seakan-akan terpuruk pada era saat itu. Ternyata setelah di cermati, bahwa Islam selangkah tertinggal dari bangsa barat. Yang nota bene bangsa barat sudah maju dalam Ilmu pengetahuaannya. Nah disana para Muslimin seakan-akan tercerahkan. Dan memiliki gagasan untuk menerapkan “sekularisme”, yang mana sekularisme disini dijabarkan tidak secara ekstrim. Ekstrim dalam artian senyata-nyatanya memisahkan antara agama dan negara, agama hanya untuk di masjid saja, polikik yang hanya ada di Negara. Penulis rasa para Muslimin saat itu tidak seperti itu.
Nah jika diafiliasikan dengan bangsa Indonesia yang bermayoritas berpenduduk Muslim, berideologi Pancasila, penulis rasa jika harus menerapkan sekularisme bisa dipandang relevan bisa tidak. Tapi penulis konvergensikan, jika sekularisasi diejawantahkannya pada pemisahan antara agama dan Negara yang secara ekstrim. Maka penulis rasa tidak setuju jika sekularisme di terapkan. Akan tetapi jika hanya sebatas ranah “kebebasan dalam berinovasi” dalam artian menciptakan suatu yang baru ataupun meniru teknologi barat dan menerapkan di Indonesia tanpa agama melarang, penulis rasa setuju dengan hal tersebut. Penulis menitik beratkan, jika memang sesuatu yang baru itu dipandang bagus kenapa tidak untuk di implementasikan di Negara Indonesia tercinta ini.[]



Fenomena Slum (Kota Kumuh) di Ibukota

Fenomena Slum (Kota Kumuh) di Ibu kota,
Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi IV A (copyright).





Sering kita mendengar term slum, istilah itu sangat familiar bagi para pengamat atau penggandrung sosiologi perkotaan. Slum secara simplifikasi bisa diartikan kota kumuh. Kota kumuh seperti apa yang dimaksudkan? Kumuh yang tidak terawat tanpa adanya sanitasi, atau seperti apa?
Fenomena yang bisa kita lihat secara empiris, semisal ibukota Jakarta acap kali terlihat orang-orang yang menempati tempat tinggal “kumuh”, disamping bangunan-bangunan yang menjulang tinggi bak pencakar langit. Hal tersebut seakan-akan menjadi suatu fenomena yang biasa di ibukota Jakarta. Berangkat dari fenomena tersebut, sebenarnya faktor seperti apakah yang paling dominan atau yang melatar belakangi realita sosial yang ada seperti itu? Juga jika ditanya siapakah pihak yang harus disalahkan? Pemerintahkah, atau warga masyarakatnya sendiri? Ataukah ada pihak-pihak lain yang paling harus disalahkan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kita lihat dari berbagai aspek. Semisal, kita runut dari faktor penyebabnya. Salah satu faktor penyebab terjadinya pemukiman kumuh di Ibukota adalah adanya faktor urbanisasi, yang mana disana terdapatnya Push Factor dan Pull Factor. Faktor pendorong atau Push Factor dari urbanisasi itu salah satunya karena pekerjaan di desa kurang memadai, sektor agraris yang kurang menguntungkan dan lain-lain. Juga Faktor penarik atau Pull Factor dari urbanisasi itu adanya stereotip positif, yang mana kota lebih menjanjikan pekerjaan. Walaupun kenyataannya bisa jadi bertolak belakang dengan stereotip yang ada. Itulah faktor urbanisasi yang berimplikasi pada terjadinya slum di ibukota. Selain faktor tersebut, sektor pemerintahan pun terlibat di dalamnya. Secara realita yang ada, bahwa pemerintah belum atau kurang memperhatikan pelokasian bagi para warga rural (desa) yang bermigrasi ke kota.
Jika memandang secara global pun, India yang nota bene Negara terpadat ke dua setelah RRC hingga era kini di tahun 2013, dari beberapa referensi mengatakan 75% adalah pedesaan atau masyarakat rural. Yang mana hal tersebut bisa berdampak pada urbanisasi yang besar dan berimplikasi pada terjadinya slum (kota kumuh). Hal tersebut merupakan suatu fenomena global yang bisa kita temui di luar Negara Indonesia. Memang secara substantif realita sosial yang ada tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di Indonesia.
Solusi yang ditawarkan penulis, setelah merefleksikan fenomena empiris yang ada. Maka pentingnya memperhatikan sektor-sektor yang ada di masyarakat rural (desa) agar tidak terjadinya pembludakan urbanisasi yang akan berimplikasi pada slum (kota kumuh). Semisal, diperhatikannya para petani dan hasil taninya di Negara sendiri yang bisa saja meningkatkan banyaknya lapangan pekerjaan di pedesaan. Selain itu, solusi lainnya ketika solusi pertama sudah dijalankan, sedikit banyaknya masyarakat tidak akan membludak di masyarakat urban (kota), juga menitik beratkan pada masyarakat urban yang sudah senyatanya slum, maka pemerintah di masyarakat urban menyediakan lokasi yang nyaman bagi para pendatang.

Fenomena tersebut menjadi bahan introspeksi diri, sehingga di lingkungan yang kita diami akan terciptanya sanitasi lingkungan yang baik, berpola hidup bersih, berpandangan cinta lingkungan. Karena akan berdampak pada good environment dan efeknya akan bisa dirasakan sendiri oleh personal.

Catatan: Tulisan ini (dengan beberapa penambahan) pernah diterbitkan di koran Sinarharapan, 17 November 2015. link: http://www.sinarharapan.co/news/read/151117134/kota-kumuh-dan-konvergensi-antara-rural-dan-urban

FEMINIS (KRITIK SASTRA FEMINIS)

KRITIK SASTRA FEMINIS,
Karya Prof. Dr. Soenarjati Djajanegara,
Oleh: Agus Mauluddin, Sosiologi V.


Sering kita membaca berbagai tulisan sastra maupun non-sastra, tulisan yang sering kita jumpai tentunya tidak terlepas dari penokohan si pengarang. Kerap kali kita temukan story yang memang bersifat gender. Gender dalam artian ada stereotip berbeda terhadap perempuan. Perempuan yang sering orang sangkakan bersifat inferior, domestik, dan lain sebagainya. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari siapa yang menulis tulisan tersebut. Dominasi kaum laki-laki dalam dunia sastra pun begitu kentara, pasalnya memang secara historis penulis-penulis bermunculan dari kaum laki-laki. Hal tersebut dikarenakan secara kultur seperti itu, bahwa wanita masih dipandang sebelah mata. Akan tetapi sekitar tahun 1960-an ketika mulai munculnya gerakan feminisme. Gerakan feminisme ini adalah gerakan pejuang perempuan, dimana perempuan meminta hak-haknya dan tidak selalu dipandang inferior.
Munculnya kritik-kritik terhadap karya-karya sastra, yang memang dipandang tulisannya bersifat subjektivitas laki-laki dan menginferiorkan perempuan. Pandangan tersebut berimplikasi pada budaya konsumsi masyarakat luas dan menjadikan pemahaman tersendiri tentang perempuan. Kesuperioritasan laki-laki bisa begitu nampak karena memang pandangan penulisnya pun dari kalangan laki-laki, akan tetapi tidak bisa digeneralisir juga tentang hal itu, bahwa tidak semua penulis laki-laki yang sudut pandangnya menstereotip negatif terhadap perempuan.
Feminisme pun memiliki pembagiannya tersendiri, misalnya saja feminisme moderat memandang bahwa wanita harus mengembangkan potensi dirinya, dengan menuntut ilmu dan lainnya akan tetapi perempuan pun secara kodrati harus menikah, tidak diharuskannya melajang seumur hidup, begitu juga wanita melahirkan dan menyusui. Feminisme moderat memang berpandangan seperti itu. Jika dilihat pula dari pandangan feminisme radikal, bahwa gerakan perempuan itu memandang dari sudut pandang radikal, derajat wanita harus berada di atas laki-laki, dan gerakan ini memang menjadi pemicu munculnya “lesbian”. Karena memang mereka menganggap, seakan-akan laki-laki itu selalu menindas, menyiksa dan lain sebagainya dan menganggap bahwa perempuan lah yang dapat mengertikannya, membuat nyaman dan membahagiakannya, walaupun terkadang ada juga hubungan tersebut tidak sampai berhubungan badan, akan tetapi hanya sama dalam hal perasaan saja.

Kritik sastra feminis ini memandang bahwa perlu adanya kritikan terhadap penulis-penulis yang memang mempunyai sudut pandang mutlak laki-laki saja dan selalu meninferiorkan wanita. Hal tersebut perlu adanya perhatian, dan disana kaum feminisme hadir sebagai penyambung lidah atau penyalur aspirasi dan mewakili seluruh perempuan yang ingin memperjuangkan hak-haknya dan juga konsumsi masyarakat luas dalam mencerna konsep perempuan tidak salah. Karena menurut Prof. Qurais Shihab bahwa antara laki-laki dan perempuan saling melengkapi, menjadi partner satu sama lain, wanita tidak hanya di area domestik saja, begitu juga laki-laki tidak hanya ada di daerah publik saja.[]