Minggu, 04 Oktober 2015

Pendidikan dan Eksklusi Sosial

Jumlah penduduk miskin di indonesia mencapai 28,59 juta. Dari jumlah penduduk miskin tersebut dapat dirincikan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan 8,29 persen atau sekira 10,65 juta, sementara di daerah pedesaan 14,21 persen atau sekira 17, 94 juta (BPS, 2015) 

Sangat kompleks, bila membicarakan hambatan - hambatan dalam dunia pendidikan di indonesia. Mulai dari faktor geografis, seperti daerah terpencil di pegunungan dan dipesisir, hingga faktor keluarga seperti keluarga miskin. “Jangankan untuk melanjutkan sekolah anak, untuk memenuhi kehidupan sehari-sehari pun sulit”.



Image:www.google.com


Barriers to Learning 

Eksklusi sosial dibidang pendidikan merupakan implikasi dari kemiskinan. Seperti disebutkan Smith dan Noble dikutip Harlambos dan Halborn (2004:637):
In a study of the effect of poverty on schooling. Barriers to learning which can result from low income.
Namun terdapat pula masyarakat berpennghasilan rendah (bukan miskin) yang memilki kesadaran tinggi terhadap pendidikan. Mereka tetap menyekolahkan anaknya walaupun keadan ekonomi keluarga sulit. Hal ini berimplikasi pada proses pembelajaran di sekolah, Smith dan Noble seperti dikutip Harlambos dan Halborn (2004:637) menyebutkan hambatan-hambatan dalam belajar yang disebabkan karena faktor pendapatan (ekonomi) diantaranya:
1.   Ketidakmampuan untuk mendapatkan seragam sekolah, perjalanan ke sekolah, transportasi ke sekolah dan dari sekolah, fasilitas belajar di kelas, dan untuk beberapa kasus sulitnya mendapatkan sumber bacaan sekolah. Hal demikian dapat menyebabkan anak terisolasi, tertindas, dalam proses belajar disekolah meraka.
2. Anak anak dari keluarga yang berpendapatan rendah kemungkinan besar mengalami masalah kesehatan yang bisa mempengaruhi kehadiran dan proses belajar di sekolah.
3.  Ekonomi rendah diartikan bahwa orang tua tidak mampu memberikan biaya atau akses pendidikan privat untuk anak mereka.
4.  Ekonomi rendah sangat mungkin tidak memiliki akses komputer rumah dengan internet, meja belajar, alat peraga, buku, tempat ketika mengerjakan PR, dan rumah yang nyaman dan baik untuk menunjang belajar.
5.   The marketization of school memungkinkan peningkatan polarisasi keberhasilan, fasilitas sekolah yang baik berada di daerah maju sedangkan sekolah-sekolah berfasilitas rendah ada di daerah miskin. Hal tersebut akan mengurangi kesempatan anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

The Poverty Penalty
Poverty penalty menjelaskan fenomena dimana masyarakat miskin membayar lebih mahal untuk makan dan membeli barang dibandingkan masyarakat kelas atas (Prahalad, 2004). Menurut Muller (2002) dan Mendoza (2011) masyarakat miskin membayar lebih mahal disebabkan karena mereka tinggal di daerah terpencil dengan biaya transportasi lebih mahal atau karena mereka tinggal di daerah lingkungan informal dimana kurangnya lnfrastruktur khususnya transportasi.


notes: Tulisan ini dilempar kepada para pembaca dalam penarikan kasus dan kesimpulan dari isu yang ada di Indonesia (khususnya) dan Dunia (pada umumnya).... 











DAFTAR PUSTAKA

Haralambos & Holborn, 2004, Sociology (Theme and Perspectives), London: Harper Collins Publisher
Mendoza RU, 2011, Why do the poor pay more? Exploring the poverty penalty concept. Journal of International Development 23: 1-28.
Muller C, 2002, Prices and living standards: evidence from Rwanda. Journal of Develop- ment Economics 68: 187-203
Prahalad, C. K, 2009, The fortune at the bottom of the pyramid, FT Press.

0 komentar:

Posting Komentar