Abu Bakar
Ash-Shidiq
Sebagai Historikal Peradaban Islam
Abu
Bakar Ash-Shidiq lahir pada tahun 573 M, ia adalah
seorang keturunan suku Quraisy. Abu Bakar adalah orang yang pertama kali masuk
Islam, ketika Islam pertama kali didakwahkan. Ia adalah orang yang memerdekakan
bilal ketika disiksa oleh orang kafir. Beliau pulalah orang
yang mengimani Shalat ketika Rasulullah SAW sedang sakit. Mandat yang diterima
beliau menjelang wafatnya Nabi yaitu untuk menjadi badal Imam Shalat.
Sepeninggalan
Rasulullah kaum Anshar menuntut diadakannya pemilihan khalifah, yang menandakan
bahwa kaum Anshar lebih mementingkan perpolitikan dibandingkan dengan kaum Muhajirin. Dari golongan Khajraz sepakat
untuk mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai pengganti Rasul. Sedangkan, suku
Aus belum menjawab atas pandangan suku Khajraz. Abu Ubaidah mengajak kaum
Anshar agar bersikap tenang dan toleran. Dalam keadaan yang sudah tenang
munculah Abu Bakar dan berpidatolah beliau, “Ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa
yang kamu kehendaki diantara mereka berdua, maka baiatlah”. Umar dan Abu
Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar, dengan berbagai alasan, salah
satunya bahwa Abu Bakar adalah orang yang diberikan kepercayaan oleh Rasul
untuk menjadi Imam Shalat ketika menggantikan Rasulullah SAW.
Basyir bin Saad
adalah orang yang pertama membaiat Abu Bakar, disusul oleh Umar bin Khatab, Abu
Ubaidah, dan diikuti secara serentak oleh semua hadirin. Maka terpilihlah Abu
Bakar sebagai Khalifah secara aklamasi.
Ali bin Abi
Thalib, Abbas Thalhah dan Zubair menolak Abu Bakar sebagai Khalifah dengan
secara hormat. Juga Anshar Salad bin
Ubaidah pun tidak setuju dengan pengangkatan Abu Bakar tersebut.
Dalam
pemerintahan Abu Bakar menganut sistem bebas berpendapat. Dalam ranah agama Shalat
menjadi Intisari Takwa dan mendorong masyarakat untuk berjihad. Kebijakan
kenegaraan, terdapatnya bidang Dalam kebijakan pengurusan Keagamaan, terdapat
makar yang menimbulkan orang-orang murtad, tidak mengeluarkan zakat, mengaku
Nabi dan pemberontakan dari beberapa kabilah. Beliaulah orang yang memerangi
orang-orang tersebut.
Adanya serangan
pula dari eksteren, dalam artian dari luar teritorial pemerintahan Abu Bakar.
Yakni adanya serangan Persia dan Romawi. Untuk menghadapi serangan dari Persia,
Abu Bakar mengirim tentara Islam dibawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna
bin Haritsah, berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan
Persia.
Untuk menghadapi
Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk memimpin
beribu-ribu pasukan di empat front, Palestina, Damaskus, Hims, dan Yordania.
Ekspedisi-ekspedisi militer berikutnya untuk membebaskan jazirah Arab dari
penguasaan bangsa Romawi dan Persia, baru tuntas pada masa pemerintahan Umar
bin Khatab.
Dalam ranah
pembangunan pranata sosial di bidang politik dan pertahanan keamanan, Abu Bakar
termasuk berhasil. Juga pada ranah ekonomi terdapatnya Baitul Mal, diurus oleh
bendaharawan.
Peradaban yang
terjadi pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shidiq yaitu penghimpunan
Al-Qur’an (memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Quran dari pelapah
kurma, kulit binatang dan dari hapalan kaum Muslimin) dan Umarlah yang pertama
kali mengusulkan penghimpunan Al-Quran, Al-Quran yang dikumpulkan dalam satu
Mushaf.
Ghanimah atau
harta rampasan perang dari non Muslim dikumpulkan di Baitul Mal dan dibagikan
untuk kesejahteraan para tentara, gaji pegawai negeri dan orang yang berhak
menerimanya. Abu Bakar tidak pernah mengambil uang dari Baitul Mal, walaupun
beliau adalah seorang khalifah dan mempunyai kewenangan terhadap Baitul Mal.
Juga selama menjadi khalifah, Abu Bakar tetap berdagang untuk memenuhi
kehidupan keluarga sehari-hari.
Dalam
pemerintahan Abu Bakar Ash-Shidiq tidak dengan Nepotisme, dalam penunjukan Umar
tidak menghilangkan asas musyawarah, juga dalam pengukuhan Umar berjalan baik
tanpa ada pertentangan.
Ibrah atau
hikmah yang bisa penulis ambil juga relevansinya jika kelak nanti kita menjadi
seorang pemimpin di ranah politik praktis, bisa diambil dari kisah Khalifah Abu
Bakar Ash-Shidiq yaitu diantaranya:
1. Dalam
memutuskan hukum, tidak menghilangkan asas musyawarah
2. Jauhkan
dari sifat Nepotisme
3. Tidak
memanfaatkan jabatan dengan memuaskan kepentingan pribadi
4. Menerapkan
asas bebas berpendapat
5. Tegas
dan cerdas dalam memimpin
0 komentar:
Posting Komentar