Kamis, 06 Desember 2012

HMI dan PMII


Observasi
“Menyoroti Perpolitikan Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung”
Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh: Agus Mauluddin, Mahasiswa Sosiologi IIIA (2012) (copyright)




Penulis mengamati geliat politik Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung (UIN SGD BDG), disini penulis lebih menitikberatkan pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Secara umum di UIN SGD BDG, terdapat dua Organisasi besar (mendominasi) yang bertendensi pada perpolitikan praktis, yakni Organisasi Mahasiswa HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Kedua organisasi besar ini begitu subur di UIN SGD BDG sehingga menuai berbagai tanggapan dari berbagai mahasiswa, terutama dari para mahasiswa “Netral” (tidak masuk Organisasi HMI maupun PMII) terlepas dari tanggapan yang positif maupun negatif. 
Stereotip yang berkembang, bahwa para mahasiswa yang berorganisasi tersebut hanya mumpuni dalam aspek retorika, konsep-konsep, dan mumpuni dalam “pemahaman di permukaan” an sich. Akan tetapi pada praktiknya nihil, dan ketika beretorika pun (dilihat esensi pembicaraannya) dalam pemahaman agama hanya bagus "dipermukaan". Dengan kearogansiannya mereka berkoar tentang agama, akan tetapi pada praktik agamanya  termasuk lalay (dalam peribadatan). Ada anggapan lain tentang itu, memang tidak semua mahasiswa yang berorganisasi tersebut seperti demikian. Tetapi memang yang nampak seperti demikian, jadi tidak salah juga yang mengatakan mahasiswa yang berorganisasi bertabiat seperti itu. 
Stereotip positif anggapan mahasiswa terhadap organisasi tersebut yakni bahwa dengan adanya organisasi tersebut berdampak positif karena mereka (HMI dan PMII) "membangunkan mahasiswa dari tidur nyenyak, dari nina bobo para birokrat yang haus akan kekuasaan". Dengan organisasi tersebut mahasiswa diajak masuk dalam dunia kritis dan selalu mempertanyakan setiap kebijakan yang dilontarkan para birokrat-birokrat.
Fokus penulis yakni pada organisasi mahasiswa HMI dan PMII yang berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Penulis mengamati kedua organisasi tersebut begitu kentara di FISIP, dari mulai kalangan Mahasiswa hingga tataran birokrasi. Misalnya saja SEMA-FISIP (Senat Mahasiswa FISIP) atau BEM-F FISIP. Dalam pemilihan SEMA pun bergulir isu-isu politik, salah satunya perekrutan anggota KPRM (Komisi Pemilu Raya Mahasiswa) berdasarkan sistem primordialisme atau nepotisme. Dan saat berlangsungnya pemilihan ketua SEMA pun bisa dikatakan tidak dengan cara “damai”, karna kentara nuansa politiknya. Pasti tatkala satu organisasi/partai menduduki tampuk kekuasaan, disana pula oposisi siap “mengacaukan” event tersebut. Ketika perekrutan anggota SEMA pun tentunya tidak terlepas dari sistem primordialisme, pemimpin yang berada di singgasana kekuasaan tentunya akan merekrut anggota berdasarkan “partai” nya. Disana begitu kentara nuansa politik, walaupun ada jargon dari sang pemangku tampuk kekuasaan: Keorganisasian ini (SEMA-FISIP) terbentuk untuk kebersamaan mahasiswa FISIP juga, akan tetapi secara empirik penulis mengamati sistem primordialisme itu begitu tampak dan tetap ada.
Pada akhir, penulis menawarkan gambaran sistem yang ideal yakni terhapusnya paradigma yang berkembang di kalangan mahasiswa (Organisasi yang berbasis kepentingan politik praktis), agar tidak ada lagi sistem primordialisme dan tetap mementingkan institusi daripada kepentingan golongan pribadi.[]

Rujukanhttps://www2.facebook.com/permalink.php?story_fbid=522872431080096&id=185572468143429

0 komentar:

Posting Komentar