Jumat, 03 Juni 2016

“Sosialisasi Politik” dan “Interaksi Simbolik” Yusril Ihza Mahendra

Teringat kehadiran Yusril Ihza Mahendra pada hari Jumat yang lalu (22/4) ke Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia dan didaulat menjadi khatib Sholat Jumat tidak terlepas dari terdapat 'Interaksi Simbolik' di dalamnya. Pertama karena Yusril sedang hangat-hangatnya diperbincangkan diberbagai media atas Pencalonannya pada Pilgub DKI Jakarta tahun depan. Kedua, apa gerangan ia menyambangi institusi pendidikan UI, apa hanya sekedar ‘silaturahmi’ pada almamaternya dahulu?

image: www.google.com


Penulis kebetulan berkesempatan melaksanakan Sholat jumat di masjid UI. Yang menjadi ketertarikan penulis dan penulis sempat bertanya-tanya, apa konten yang akan disampaikan Yusril pada Khotbah Jumat saat itu. Mencoba untuk melihat konten yang disampaikan dalam khotbah tersebut. secara umum memang tidak terlihatnya ajakan untuk mendukung dan memilih atau meminta doa restu untuk melaju ke pilgub DKI Jakarta tahun depan. –karena memang momennya sakral Khotbah Jumat-.

Namun ada yang menarik dari konten khotbahnya, yang menyebutkan 'perdebatan itu sah-sah saja' asalkan 'Billati Hiya Ahsan' dengan baik jangan bentak-membentak, dan saling mengingatkan sesama 'Bil Hikmah' dengan cara yang baik. Redaksi yang demikian jadi mengingatkan penulis pada seorang kompetitor Yusril yang sudah kita ketahui bersama memiliki karakter 'bentak-membentak', ada apa gerangan disini dari konten khotbah yang disampaikannya?

Yang selanjutnya pada akhir khotbahnya Yusril mengajak kita selaku mayoritas Muslim Indonesia dan bangsa dengan penduduk Islam terbesar di dunia yang bukan merupakan keturunan Arab maupun Persia tapi bangsa Indonesia. Indonesia harus menjadi garda terdepan sebagai penengah negara-negara muslim di Dunia. Karena Islam Indonesia mampu bersahabat dengan Arab Saudi, Afganistan, Mesir, Iraq, Iran yang mana diantara mereka ‘saling berkonflik’.
Akan tetapi Indonesia pun sendiri harus mampu berdaulat dari segi politik tentunya. (Apakah maksdunya sekarang Indonesia belum berdaulat secara politik?)

Sempat pada pembukaan khotbahnya Yusril sedikit menyinggung hari libur di Indonesia dan hari libur di dunia. Hari jumat di Pakistan dan sebagian wilayah di Malaysia menjadikan hari jumat sebagai hari libur. Namun Yusril menyebut, "menurut hemat saya, hari jumat adalah hari kerja”, berdasarkan isi khotbahnya, berangkat dari Firman Allah yang menyatakan, “bersegeralah untuk melaksakan shalat Jumat, dan setelahnya bertebaran-lah dimuka bumi untuk mencari rizki”. Maka jelas menurut Yusril hari jumat bukan hari libur tapi hari kerja, setelah Shalat jumat tidak tidur dan tidak beraktivitas, namun melanjutkan aktivitas yang sudah dikerjakan sebelum shalat jumat.

Menarik, apakah menandakan akan ada pertimbangan-pertimbangan lain pada kebijakan yang akan dilontarkan (jika terpilih pada pilkada DKI Jakarta) perihal hari libur, yang berangkat dan bersumber dari Firman-firman Allah? 

Setelah khotbah berlangsung dan berakhirnya Sholat Jumat pada waktu itu, pengurus Masjid UI memberitahukan -melalui pengeras suara- bahwa setelah Shalat Jumat akan ada temu sapa Yusril dengan warga UI. Istilahnya akan ada silaturahim yang memang ‘bertajuk semata’, kalau dalam bahasa penulis adanya "sosialisasi politik" yang akan dilakukan Yusril.

Berdalih “Dialog kebangsaan dari UI untuk Bangsaku. Bersama Rektor UI, para Tokoh Alumni Lintas Generasi”.  Kegiatan temu sapa tersebut berlangsung. Turut hadir pula Fahri Hamzah sebagai Alumni FE UI, Yusril Ihza Mahendra sendiri sebagai alumni FH dan FIB UI, Ridwan Saidi sebagai Alumni FISIP UI, Tokoh senior Golkar Akbar Tanjung sebagai Alumni FT UI, dan tokoh-tokoh lainnya. 

Di balut pula dengan penampilan Marching Band, acara ini berlangsung. Acara ini diselenggarakan oleh CEPP (Center for Election and Political Party) FISIP UI dan IKM UI dan tentunya dukungan dari UI sendiri. Yang mana turut hadir Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. Dalam sambutannya, Rektor menegaskan bahwa UI Netral dalam Pemilu terutama Pilgub DKI Jakarta yang akan dilaksanakan tahun depan. CEPP beranggapan bahwa acara yang seperti ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemilu. 

Pun demikian UI sendiri sebenarnya akan memilih Iluni UI (Ikatan Alumni UI). Apa gerangan pula, tujuan kehadiran dan orasi Fahri Hamzah pada ‘dialog kebangsaan’ tersebut, orasi Alumni UI atau calon Iluni UI? Dalam kaitannya dengan akan diadakannya pemilihan Iluni ini Rektor berpesan, UI tidak memilih orang perorang, tapi memastikan proses pemilihan akan berjalan baik. 

Sejenak kita menarik kepada isu lain yang memang sedang hangat pula diperbincangkan yaitu soal Calon Independen atau perorangan. Akbar Tanjung dalam Orasinya menyatakan bahwa rekrutmen kader Parpol harus dengan merit sistem, memilih kader terbaik. Selain itu pula calon-calon pemimpin harus yang memang terbaik, dan tidak menjadi soal jika yang terbaik itu berada di luar partai politik. “Golkar dukung calon perorangan. Calon perorangan akan didukung”. Ujar Akbar Tanjung dalam orasinya. Selebih dari itu, Akbar Tanjung mengatakan jika perlu calon presiden pun dari perorangan. Di ikuti sorak tepuk tangan peserta acara mendengar statement yang dilontarkan Akbar tanjung. Akbar tanjung mencontohkan seperti misalnya rektor UI jadi calon presiden dari perorangan. 

Kembali kepada fokus tulisan ini. Nah yang menarik, dalam dialog yang “dibalut dialog kebangsaan”, atau ajang ‘silaturahim’ Yusril. Yusril dalam orasinya blakbalakan mengutarakan akan mencalonkan diri dengan bercita-cita/visinya membenahi Negara dimulai dari ibukotanya. Bagus ibukotanya, bagus negaranya. Buruk ibukotanya, buruk Negaranya. Yusril mengajak dunia kampus menyumbangkan pemikirannya, terutama dalam hal ini UI untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan bangsa. Dari mulai sampah, hingga permasalahan banjir. Dan disana Yusril memohon dukungan dan doa restu pada UI, sebagai almamaternya dahulu. 

Yusril dengan mengenakan baju putih, celana hitam dengan sandal ikat yang seakan ingin menunjukan kesederhanaan seorang Yusril. Duduk sejajar dengan audience yang hadir, duduk lesehan di taman depan Perpustakaan UI. Dan dalam acara tersebut diwarnai dengan “pembaiatan” Yusril oleh Ridwan Saidi (yang dikenal sebagai Budayawan Indonesia) dengan memberikan Jargon “Hidup bang Ius”. Panggilan baru Yusril Ihza Mahendra, bang Ius, ala betawi sebutan Ridwan Saidi. 

Dari orasinya, yang memang Yusril disana secara blakblakan menyatakan meminta dukungan dan doa restu akan melaju pada pilgub DKI Jakarta Tahun depan, menandakan benar bahwa kunjungannya ke Kampus UI tidak lain tidak bukan untuk “Sosialisasi Politik”. 

Pertanyaan mendasarnya, Benarkah apa yang sudah dilakukan Yusril dengan menyambangi kampus UI tersebut? Jawabannya dikembalikan kepada para pembaca masing-masing.

Dalam tulisan ini penulis sedang dalam kapasitas sebagai seorang akademisi yang bukan semata-mata mengkritisi (karena kalau boleh berterus terang, penulis sendiri termasuk ‘pengagum’ Prof. Yusril), tapi seperti yang sudah disebutkan sebagai akademisi perlu cermat, peka, serta kritis melihat setiap isu sosial, politik yang sedang menjadi arus utama bangsa ini.[]

0 komentar:

Posting Komentar