Teringat
kehadiran Yusril Ihza Mahendra pada hari Jumat yang lalu (22/4) ke Masjid
Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia dan didaulat menjadi khatib Sholat
Jumat tidak terlepas dari terdapat 'Interaksi Simbolik' di dalamnya. Pertama
karena Yusril sedang hangat-hangatnya diperbincangkan diberbagai media atas
Pencalonannya pada Pilgub DKI Jakarta tahun depan. Kedua, apa gerangan ia
menyambangi institusi pendidikan UI, apa hanya sekedar ‘silaturahmi’ pada
almamaternya dahulu?
image: www.google.com |
Penulis
kebetulan berkesempatan melaksanakan Sholat jumat di masjid UI. Yang menjadi
ketertarikan penulis dan penulis sempat bertanya-tanya, apa konten yang akan
disampaikan Yusril pada Khotbah Jumat saat itu. Mencoba untuk melihat konten
yang disampaikan dalam khotbah tersebut. secara umum memang tidak terlihatnya ajakan
untuk mendukung dan memilih atau meminta doa restu untuk melaju ke pilgub DKI
Jakarta tahun depan. –karena memang momennya sakral Khotbah Jumat-.
Namun
ada yang menarik dari konten khotbahnya, yang menyebutkan 'perdebatan itu
sah-sah saja' asalkan 'Billati Hiya Ahsan' dengan baik jangan bentak-membentak,
dan saling mengingatkan sesama 'Bil Hikmah' dengan cara yang baik. Redaksi yang
demikian jadi mengingatkan penulis pada seorang kompetitor Yusril yang sudah kita
ketahui bersama memiliki karakter 'bentak-membentak', ada apa gerangan disini
dari konten khotbah yang disampaikannya?
Yang
selanjutnya pada akhir khotbahnya Yusril mengajak kita selaku mayoritas Muslim
Indonesia dan bangsa dengan penduduk Islam terbesar di dunia yang bukan merupakan
keturunan Arab maupun Persia tapi bangsa Indonesia. Indonesia harus menjadi
garda terdepan sebagai penengah negara-negara muslim di Dunia. Karena Islam Indonesia
mampu bersahabat dengan Arab Saudi, Afganistan, Mesir, Iraq, Iran yang mana
diantara mereka ‘saling berkonflik’.
Akan
tetapi Indonesia pun sendiri harus mampu berdaulat dari segi politik tentunya. (Apakah
maksdunya sekarang Indonesia belum berdaulat secara politik?)
Sempat
pada pembukaan khotbahnya Yusril sedikit menyinggung hari libur di Indonesia
dan hari libur di dunia. Hari jumat di Pakistan dan sebagian wilayah di Malaysia
menjadikan hari jumat sebagai hari libur. Namun Yusril menyebut, "menurut
hemat saya, hari jumat adalah hari kerja”, berdasarkan isi khotbahnya,
berangkat dari Firman Allah yang menyatakan, “bersegeralah untuk melaksakan shalat
Jumat, dan setelahnya bertebaran-lah dimuka bumi untuk mencari rizki”. Maka
jelas menurut Yusril hari jumat bukan hari libur tapi hari kerja, setelah Shalat
jumat tidak tidur dan tidak beraktivitas, namun melanjutkan aktivitas yang sudah
dikerjakan sebelum shalat jumat.
Menarik,
apakah menandakan akan ada pertimbangan-pertimbangan lain pada kebijakan yang
akan dilontarkan (jika terpilih pada pilkada DKI Jakarta) perihal hari libur,
yang berangkat dan bersumber dari Firman-firman Allah?
Setelah
khotbah berlangsung dan berakhirnya Sholat Jumat pada waktu itu, pengurus
Masjid UI memberitahukan -melalui pengeras suara- bahwa setelah Shalat Jumat
akan ada temu sapa Yusril dengan warga UI. Istilahnya akan ada silaturahim yang
memang ‘bertajuk semata’, kalau dalam bahasa penulis adanya "sosialisasi
politik" yang akan dilakukan Yusril.
Berdalih
“Dialog kebangsaan dari UI untuk Bangsaku. Bersama Rektor UI, para Tokoh Alumni
Lintas Generasi”. Kegiatan temu sapa
tersebut berlangsung. Turut hadir pula Fahri Hamzah sebagai Alumni FE UI,
Yusril Ihza Mahendra sendiri sebagai alumni FH dan FIB UI, Ridwan Saidi sebagai
Alumni FISIP UI, Tokoh senior Golkar Akbar Tanjung sebagai Alumni FT UI, dan
tokoh-tokoh lainnya.
Di
balut pula dengan penampilan Marching Band, acara ini berlangsung. Acara ini diselenggarakan
oleh CEPP (Center for Election and Political Party) FISIP UI dan IKM UI dan tentunya
dukungan dari UI sendiri. Yang mana turut hadir Rektor UI Prof. Dr. Ir.
Muhammad Anis, M.Met. Dalam sambutannya, Rektor menegaskan bahwa UI Netral
dalam Pemilu terutama Pilgub DKI Jakarta yang akan dilaksanakan tahun depan. CEPP
beranggapan bahwa acara yang seperti ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pemilu.
Pun
demikian UI sendiri sebenarnya akan memilih Iluni UI (Ikatan Alumni UI). Apa
gerangan pula, tujuan kehadiran dan orasi Fahri Hamzah pada ‘dialog kebangsaan’
tersebut, orasi Alumni UI atau calon Iluni UI? Dalam kaitannya dengan akan
diadakannya pemilihan Iluni ini Rektor berpesan, UI tidak memilih orang
perorang, tapi memastikan proses pemilihan akan berjalan baik.
Sejenak
kita menarik kepada isu lain yang memang sedang hangat pula diperbincangkan
yaitu soal Calon Independen atau perorangan. Akbar Tanjung dalam Orasinya
menyatakan bahwa rekrutmen kader Parpol harus dengan merit sistem, memilih kader terbaik. Selain itu pula calon-calon
pemimpin harus yang memang terbaik, dan tidak menjadi soal jika yang terbaik
itu berada di luar partai politik. “Golkar dukung calon perorangan. Calon
perorangan akan didukung”. Ujar Akbar Tanjung dalam orasinya. Selebih dari itu,
Akbar Tanjung mengatakan jika perlu calon presiden pun dari perorangan. Di
ikuti sorak tepuk tangan peserta acara mendengar statement yang dilontarkan Akbar tanjung. Akbar tanjung
mencontohkan seperti misalnya rektor UI jadi calon presiden dari perorangan.
Kembali
kepada fokus tulisan ini. Nah yang menarik, dalam dialog yang “dibalut dialog
kebangsaan”, atau ajang ‘silaturahim’ Yusril. Yusril dalam orasinya blakbalakan
mengutarakan akan mencalonkan diri dengan bercita-cita/visinya membenahi Negara
dimulai dari ibukotanya. Bagus ibukotanya, bagus negaranya. Buruk ibukotanya,
buruk Negaranya. Yusril mengajak dunia kampus menyumbangkan pemikirannya,
terutama dalam hal ini UI untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan bangsa. Dari
mulai sampah, hingga permasalahan banjir. Dan disana Yusril memohon dukungan
dan doa restu pada UI, sebagai almamaternya dahulu.
Yusril
dengan mengenakan baju putih, celana hitam dengan sandal ikat yang seakan ingin
menunjukan kesederhanaan seorang Yusril. Duduk sejajar dengan audience yang hadir, duduk lesehan di
taman depan Perpustakaan UI. Dan dalam acara tersebut diwarnai dengan
“pembaiatan” Yusril oleh Ridwan Saidi (yang dikenal sebagai Budayawan
Indonesia) dengan memberikan Jargon “Hidup bang Ius”. Panggilan baru Yusril
Ihza Mahendra, bang Ius, ala betawi sebutan Ridwan Saidi.
Dari
orasinya, yang memang Yusril disana secara blakblakan menyatakan meminta
dukungan dan doa restu akan melaju pada pilgub DKI Jakarta Tahun depan, menandakan
benar bahwa kunjungannya ke Kampus UI tidak lain tidak bukan untuk “Sosialisasi
Politik”.
Pertanyaan
mendasarnya, Benarkah apa yang sudah dilakukan Yusril dengan menyambangi kampus
UI tersebut? Jawabannya dikembalikan kepada para pembaca masing-masing.
Dalam
tulisan ini penulis sedang dalam kapasitas sebagai seorang akademisi yang bukan
semata-mata mengkritisi (karena kalau boleh berterus terang, penulis sendiri
termasuk ‘pengagum’ Prof. Yusril), tapi seperti yang sudah disebutkan sebagai
akademisi perlu cermat, peka, serta kritis melihat setiap isu sosial, politik
yang sedang menjadi arus utama bangsa ini.[]
0 komentar:
Posting Komentar