Jumat, 30 Mei 2014

POLITISASI MEDIA MASSA

POLITISASI MEDIA MASSA
Antara Teori dan Realita
(Studi Kasus Keberpihakan Media TV pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014)

Foto: from kompasiana



TEORI
Secara umum media massa adalah alat yang digunakan dalam pencapaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi. Seperti surat kabar, radio, dan TV. Media massa  sebagai sumber informasi dalam kehidupan modern seakan-akan menjadi suatu kebutuhan primer bagi sebagian orang dalam kehidupan saat ini. Majalah sebagai salah satu jenis media massa yang membawa pesan-pesan persuasif. Selain itu media massa yang paling sering orang nikmati dalam kehidupan sehari-harinya yakni Media Televisi (TV). Bukan hanya media yang banyak digunakan, akan tetapi media massa ini merupakan media yang paling efektif dalam penyebaran informasi-informasi atau berita.
Media menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) adalah alat atau sarana, perantara atau penghubung. sedangkan Massa adalah khalayak ramai, masyarakat luas. Jadi media massa adalah sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas.
Media massa seperti yang dikemukakan oleh Althusser dan Gramsci (lih Jones, 2010) merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi baik itu dari pihak masyarakat maupun dari pihak pemerintah atau negara. Media massa tersebut sebagai wadah untuk menyalurkan informasi yang merupakan perwujudan dari hak asasi manusia dalam kehidaupan bermasyarakat dan bernegara.
Selain itu media massa diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunkasi massa. Media massa secara pasti memengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Budaya, sosial, politik dipengaruhi oleh media (Agee dalam Ardianto, 2007 : 58).
Sedangkan Media Massa menurut Burhan Bungin (2011: 85) adalah institusi yang berperan dalam mempelopori perubahan. Sedangkan Effendy (2000), menyatakan bahwa media massa digunakan dalam komunikasi, apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain sebagainya yang bersifat dalam bidang informasi, edukasi, rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunakan media massa adalah  bahwa media massa menimbulkan keserempakan, artinya sebuah pesan dapat diterima oleh komunikan dengan jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif dalam merubah sikap, perilaku dan pendapat komunikan.

KASUS
"Kita tahu TV One dan Metro TV itu punya keberpihakan. Tapi mereka hendaknya saling menghargai dan tidak terus-terusan 'menyerang' salah satu kubu," ujar pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago
Pemilik Metro TV Surya Paloh adalah Ketua Umum Partai Nasdem yang mendukung pasangan Jokowi-JK. Sedangkan pemilik TV One adalah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berkoalisi dengan pasangan Prabowo-Hatta. Selain itu, CEO MNC Group (RCTI, Global TV, dan MNC TV) Hari Tanoesudibyo juga mendukung pasangan Prabowo-Hatta.
Masyarakat Grassroots (kalangan bawah) sangat mudah sekali untuk percaya terhadap informasi yang diterimanya dari media. Oleh sebab itu, menurut pengamat Politik UIN Jakarta Pangi menyarankan tim sukses masing-masing pasangan calon untuk mengklarifikasi secepatnya terhadap segala macam bentuk kampanye hitam yang saling serang menyerang.
Karena mayoritas masyarakat di Indonesia menerima informasi dari media televisi tersebut. Sehingga, apapun yang ditampilkan akan menjadi opini publik dan membentuk persepsi masyarakat meskipun itu kampanye hitam.
Pada Akhir, lagi dan lagi das Sollen tidak sesuai dengan das Sein antara Teori dan Kasus tidak sesuai. Pernyataan tersebut memang menjadi pernyataan yang sering terdengar dan memang faktanya demikian. Media Massa khususnya Media TV berfungsi sebagai sarana penyebar informasi yang berimplikasi mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi pada realitanya keberpihakan pemilik media massa tidak bisa dihindarkan dan tentunya berimplikasi pada pembentukan opini publik yang tidak mencerdaskan dan menyesatkan. Maka cermat dan selektiflah dalam menerima informasi-informasi Media Massa, khusunya Media Televisi.[]


By: Agus Mauluddin

Senin, 26 Mei 2014

Pembangunan




BAB I
PENGANTAR
                                                             
Masalah sosial (Rahman, 2011: 67) merupakan suatu keadaan yang dianggap oleh anggota masyarakat yang berpengaruh sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tidak dapat ditolerir, atau sebagai ancaman terhadap nilai-nilai dasar masyarakat dan memerlukan tindakan kelompok dalam penyelesaiannya.
Perkotaan atau kota (lihat id.Wikipedia.org ) merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.
Menurut UU No. 22 tahun 1999 (UU NO 22 TH 1999) tentang Otonomi Daerah, kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) adalah (lihat id. Wikipedia. Org) organisasi lingkungan hidup independen, non-profit dan terbesar di Indonesia. Walhi didirikan sebagai reaksi dan keprihatinan atas ketidak adilan dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber-sumber kehidupan, sebagai akibat dari paradigma dan proses pembangunan yang tidak memihak keberlanjutan dan keadilan.
Fenomena perkotaan dewasa ini bisa kita lihat dan rasakan sendiri. Satu sisi bangunan pencakar langit begitu menjulang tinggi yang jumlahnya begitu banyak dan mungkin salah satu bukti begitu pesatnya aspek pembangunan bangsa. Sisi lain, kondisi masyarakat sekitarnya begitu memprihatinkan, bangunan tempat tinggalnya jauh dari standar layak, kehidupannya pun begitu mengironiskan. Masyarakat sekitar yang tidak merasakan bagaimana indahnya hidup dari karya bisnis properti seperti Hotel, Apartemen, Mall, Factory dan lain sebagainya hanya bisa merasakan dampak negatifnya saja. Selain sebagai bukti kesenjangan sosial, dalam aspek dampak lingkungan pun seperti kebutuhan air bersih masyarakat sekitar di tangguhkan. Meskipun Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (Prasetyantoko dkk., 2012: 261) telah mendeklarasikan akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Walaupun demikian berbicara realita tetap saja terjadi kesenjangan antara konsep dan realitas.
Pembangunan yang dilakukan memang bermanfaat, tapi hanya untuk segelintir orang saja (kapitalis), dengan bisnis properti seperti pembangunan Mall, Apartemen, Hotel dan lain sebagainya akan menjadi suatu investasi yang akan menghasilkan prifit besar. Dampak dari pembangunan tersebut terjadi pada lingkungan yang terpakai sebagai lahan pembangunan tersebut. Aspek Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) kurang terlalu dirisaukan, dan tentunya karena faktor tersebut masyarakat sekitarlah yang akan mendapatkan dampaknya, juga masyarakat luas secara umum. Lingkungan bersih, udara sehat, mungkin saja tidak akan pernah dirasakan lagi, karena sudah tergerusnya oleh pembangunan-pembangunan yang tidak memperhatikan aspek Lingkungan Hidupnya.



BAB II
DESKRIPSI KASUS

Kasus yang terjadi di Kota Bandung ini merupakan suatu kasus pembangunan sarana komersial seperti hotel, apartemen, kondominium, perumahan mewah, pusat perbelanjaan, restoran, serta sarana komersial lainnya. Beberapa wilayah yang pembangunan bisnis propertinya pesat, diantaranya kawasan Lapangan Gasibu, Lapangan Jalan Lodaya, Pasirjaya Regol, Rancabentang, Ciumbuleuit, dan Kawasan Bandung Utara (KBU).
Belajar dari pengalaman, kebijakan pembangunan sarana bisnis komersial tersebut menyimpan sejumlah permasalahan. Permasalahan itu diantaranya praktik alih fungsi kawasan lindung dan resapan air, penggusuran, konflik sosial warga, bahkan berujung kriminalisasi oleh Pemkot Bandung, dan para pengembang. Selain itu dari aspek ekologi akan terjadinya bencana ekologis Kota Bandung yang akan semakin nyata. Karena, daya dukung dan daya tampung lingkungan semakin jarang. Dari berbagai pembangunan itu akan berdampak pula pada meluasnya ancaman konflik sosial, penggusuran warga, hingga banjir di Kota Bandung. Kehadiran sarana komersil pun turut menjadi penyebab kemacetan, dan menambah beban polusi udara serta emisi karbon, dan suhu udara akan semakin panas.
Dan yang sangat ironis, pembangunan yang terjadi seperti itu tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan warga Kota Bandung. Sehingga pada perkembangannya Walhi desak moratorium atau penangguhan pembangunan properti di kota Bandung. Karena, Walhi memandang, kebijakan tata ruang wilayah ke depan jangan mementingkan pengembangan bisnis properti yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha (kapitalis) dan makelar. Tetapi, kebijakan juga harus mementingkan kepentingan perlindungan ruang hidup ekologis dan kepentingan publik dan mampu memenuhi minimal 30 persen ruang terbuka hijau dari luas wilayah Kota Bandung.
Walhi mendesak Pemkot Bandung (Wali Kota Bandung periode 2013-2018 Ridwan Kamil), membuka akses informasi terkait kebijakan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Sehingga pada akhirnya solusi yang tepat bisa ditemukan dan langsung bisa diterapkan terhadap masyarakat, agar terciptanya kota Bandung yang maju dengan pembangunan dan tidak lupa akan memperhatikan aspek lingkungan hidupnya.


BAB III
ANALISIS
Sering orang mengartikan kemajuan sebuah daerah dilihat dari banyaknya pembangunan yang dilakukan, banyaknya gedung-gedung pencakar langit, banyaknya apartemen-apartemen megah yang didirikan. Memang secara kasat mata hal tersebut bisa di benarkan. Akan tetapi bagaimana dengan aspek lingkungan hidupnya? Percuma saja jika aspek pembangunan yang bernuansa megah tersebut tidak dibarengi dengan manusia yang healthy.
Pembangunan yang terjadi di kota Bandung merupakan suatu potret pembangunan yang jika dibiarkan terus menerus akan terciptanya kota yang tidak ramah lingkungan. Bangunan-bangunan yang tinggi menjulang tidak dibarengi dengan lingkungan alam yang asri sarat akan udara segar yang bisa dihirup oleh manusia yang berakibat pada kualitas Sumber Daya Manusianya.
Pembangunan tersebut memang menjadi lahan meraup profit yang besar, bagi kalangan pengusaha (kapitalis), akan tetapi bagaimana dengan kesejahteraan masyarakat sekitarnya maupun masyarakat kota Bandung secara kesuluruhan, ternyata begitu ironis. Pembangunan tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan warga kota Bandung. Karena berdasarkan teori bahwa sejahtera ( Soeharto, 2010: 3) adalah suatu keadaan dimana terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Misalnya bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat. Akan tetapi bagaimana jika melihat realita yang ada? Apakah das Sollen sesuai dengan das sein pernyataan sesuai dengan kenyataan? Ternyata sangat berbeda.  
Pemkot Bandung adalah pemberi kebijakan terhadap pembangunan tersebut. Kebijakan (Soeharto, 2011: 3) merupakan keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan masyarakat luas, yakni rakyat, penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara. Mencermati pernyataan tersebut, disitu terdapat kata demi kepentingan masyarakat luas, bahwa sekali lagi kebijakan yang diberikan haruslah demi kepentingan masyarakat luas, tidak untuk para pengusaha (kapitalis) semata.
Pemkot bandung harus benar-benar selektif dalam memberi kebijakan, haruslah pandai dalam filterisasi kebijakan. Penulis percaya bahwa ada tindak lanjut yang nyata dari pemkot Bandung, Ridwan Kamil. Karena beliau pun memang pakar tata letak kota, tentunya disana Ridwan Kamil akan meninjau kembali dari setiap kebijakannya, tanpa menyampingkan aspek pembangunan yang ramah lingkungan dan tentunya demi kesejahteraan masyarakat luas.



BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pembangunan di Kota Bandung merupakan salah satu potret pembangunan di Indonesia secara umum. Pembangunan yang keseringannya hanya melihat secara kasat mata, bahwa dengan berdirinya bangunan-bangunan yang megah merupakan ciri sebuah kota yang maju, tanpa memperhatikan aspek wahana lingkungan hidupnya. Sehingga dampak yang besar pun akan terjadi, seperti aspek lingkungan nya saja bisa berakibat banjir jika tibanya musim hujan. Aspek lainnya memang pembangunan tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan warga kota Bandungnya sendiri, hanya elit-elit tertentu saja yang meraup keuntungan.
Pentingnya pemberi kebijakan meninjau ulang dan menganalisis secara matang terhadap kebijakan yang akan diberikan, sehingga pada akhirnya kebijakan yang sebenarnya adalah demi kesejahteraan masyarakat secara luas.



DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Taufiq, 2011, Glosari Teori Sosial, Bandung: Ibnu Sina Press
Soeharto, Edi, 2010, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: refika ADITAMA
Soeharto, Edi, 2011, Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta
Prasetyantoko, dkk., 2012, Pembangunan Inklusif, Jakarta: LP3ES

http://id.Wikipedia.org, diakses pada hari senin, 3 Juni 2013, pukul 13.23 WIB.
http://daerah.sindonews.com/read/2013/07/27/21/766035/walhi-desak-moratorium-pembangunan-properti-di-bandung (diakses tanggal 8 Oktober 2013)
UU NO 22 TH 1999



Kawasan Pemukiman dan Pembangunan Perkotaan (Fokus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

Nama             : Agus Mauluddin
No Induk        : 1211105008
Kelas              : Pembangunan A
Mata Kuliah  : Sosiologi Pembangunan