Senin, 19 Juni 2017

Ketika Aset Desa digadaikan Kepala Desa

Telaah Aspek Legal Formal Aset Desa (Tanah Bengkok)
“Ketika Aset Desa digadaikan Kepala Desa”
Oleh CIC (Cendekia Institute and Consulting)


Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 ayat (1) Undang Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa).
Pengaturan Desa bertujuan: “Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat Desa untuk mengembangkan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama.” (Pasal 4 huruf d Undang Undang No. 6 Tahun 2014).

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 ayat (2) Undang Undang No. 6 tahun 2014).

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. (Pasal 1 ayat (3) Undang Undang No. 6 Tahun 2014).

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Pasal 1 ayat (4) Undang Undang No. 6 Tahun 2014).

Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Pasal 1 ayat (5) Undang Undang No. 6 Tahun 2014).

Aset Desa “Barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah (Pasal 1 ayat (11) Undang Undang Desa No. 6 Tahun 2014).

Aset Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) atau perolehan Hak lainnya yang sah. (Pasal 1 ayat (5) Permendagri No. 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa).

Pengelolaan Aset Desa merupakan rangakaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian aset Desa. (Pasal 1 ayat (6) Permendagri Nomor 1 Tahun 2016).

Jenis Aset Desa (Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 1 Tahun 2016)
a. Kekayaan asli desa;
b. Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas APBDesa;
c. Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
d. Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Hasik kerja sama desa ; dan
f. Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.

Pasal 2 ayat (2), Kekayaan Asli desa sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) huruf a Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 teridiri atas :
a. Tanah kas desa;
b. Pasar desa;
c. Pasar hewan;
d. Tambatan perahu;
e. Bangunan desa;
f. Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa;
g. Pelelangan hasil pertanian;
h. Hutan milik desa
i. Mata air milik desa
j. Pemandian umum; dan
k. Lain-lain kekayaan asli desa.

Pengelolaan aset desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, tranparansi, dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. (Pasal 3 Permendagri Nomor 1 Tahun 2016). Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset desa. (Pasal 4 ayat (1) Permendagri No. 1 Tahun 2016). 

Pasal 4 Ayat (2) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang dan tanggungjawab :
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan aset desa;
b. Menetapkan pembantu pengelola dan petugas/pengurus aset desa;
c. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan aset desa;
d. Menetapkan usul pengadaan, pemindahtanganan dan atau penghapusan aset desa yang bersifat strategis melalui musyawarah desa;
e. Menyetujui usul pengadaan, pemindahtanganan dan atau penghapusan aset desa yang bersifat strategis melalui musyawarah desa;
f. Menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan aset desa sesuai batas kewenangan; dan
g. Menyetujui usul pemanfaatan aset desa selain tanah dan/atau bangunan.

Aset desa yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik desa. 

Pasal 4 ayat (3).
Pasal 6 memberikan penjelasan mengenai Pengelolaan terhadap Aset Desa :
a. Aset desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
b. Aset desa berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
c. Aset desa dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan desa dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Aset desa dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah desa.
e. Aset desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

Pasal 77 Undang Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa 
Ayat (1) : Pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi. 
Ayat (2) : Pengelolaan kekayaan milik desa dilakukan untuk meningatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa. 
Ayat (3) : Pengelolaan kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Pengelolaan aset desa meliputi: perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. (Pasal 7 Permendagri No. 1 Tahun 2016).

Terhadap pemanfaatan aset desa dapat dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, dapat dilaksanakan sepanjang tidak dipergunakan langsung untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Pasal 11 ayat (1) Peremendagri No. 1 Tahun 2016). Bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan terhadap aset desa sebagaimana Pasal 11 ayat (2) yaitu :
a. Sewa,
b. Pinjam pakai,
c. Kerjasama pemanfaatan, dan
d. Bangunan guna serah atau bangun serah guna.

Pemanfaatan aset desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam peraturan Desa. (Pasal 11 ayat (3)). Pemanfaatan aset desa berupa sewa sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2 huruf a, tidak merubah status kepemilikan aset desa. (Pasal 12 ayat (1)). Jangka waktu sewa sebagaimana Pasal 12 ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. 

Pemanfaatan aset desa sebagaimana dimuat dalam Pasal 13, yaitu berupa pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dilaksanakan antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa lainya serta Lembaga Kemasyarakatan Desa. Untuk pinjam pakai aset desa sebagaimana pada ayat (1), dikecualikan untuk tanah, bangunan dan aset bergerak berupa kendaraan bermotor. Pasal 13 ayat (2). Untuk jangka waktu pinjam pakai aset desa paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang.

Pasal 14 ayat (1) memberikan penjelasan mengenai Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c, berupa tanah dan/atau bangunan dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka: 
a. Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna dan hasil guna aset desa; dan
b. Meningkatkan pendapatan desa.
Kerja Sama Pemanfaatan aset desa berupa tanah dan/atau bangunan dengan pihak lain dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan :
a. Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap tanah dan bangunan tersbeut;
b. Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjaminkan atau menggadaikan aset desa yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan;
Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 15 (lima belas) tahun sejak perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan melalui rekening Kas Desa;

Pasal 15 ayat (1) Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat 2 huruf d berupa tanah dengan pihak lain dilaksanakan dengan pertimabangan :
a. Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelengaraan pemerintahan desa;
b. Tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
Pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (1) dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan tanah yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna. Jangka waktu bangun guna serah atau bangun serah guna paling lama 20 tahun (dua puluh tahun) dan dapat diperpanjang. Pasal 16 ayat (1). 

Dalam hal bentuk pemindahtanganan aset desa sebagaiamana Pasal 7 huruf h, yang meliputi : (Pasal 25 ayat (1))
a. Tukar menukar,
b. Penjualan,
c. Penyertaan modal Pemerintah Desa.
Pemindahtanganan aset desa sebagaiana dimaksud pada ayat (1) berupa Tanah dan/atau bangunan milik desa hanya dilakukan dengan tukar menukar dan penyertaan modal. Pasal 25 ayat (2).

Terhadap aset desa yang dapat dijual sebagaimana pasal 25 ayat (1) huruf b, apabila :
a. Aset desa tidak memiliki nilai manfaat dan/atau nilai ekonomis dalam mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Aset desa berupa tanaman tumbuhan dan ternak dikelola oleh Pemerintah Desa, seperti pohon jati, meranti, bambu, sapi kambing.
c. Penjualan aset desa sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b dapat dilakuan melalui penjualan langsung dan/atau lelang.
d. Penjualan langsung sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain meja, kursi, komputer, mesin tik serta tanaman tumbuhan dan ternak;
e. Penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain kendaraan bermotor, peralatan mesin;
f. Penjualan sebagaimana dimaksud huruf d dan e dilengkapi dengan bukti penjualan dan ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa tentang penjualan;
g. Uang hasil penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan e dimasukkan dalam rekening kas desa sebagai pendapatan asli desa;

Penyertaan modal Pemerintah Desa atas aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Pasal 27 ayat (1). Penyertaan Modal sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa Tanah Kas Desa. Pasal 27 ayat (2).

Dalam Pengelolaan Aset Desa, hanya dapat dimanfaatkan dengan cara sebagaimana Pasal 11 ayat (2) Sewa, Pinjam pakai, Kerjasama pemanfaatan, dan Bangunan guna serah atau bangun serah guna. Untuk pemindahtanganan yang dapat dilakukan terhadap aset desa sebagaiamana Pasal  7 huruf h, yang meliputi : Tukar menukar, Penjualan, dan Penyertaan modal Pemerintah Desa. (Pasal 25)
Terhadap penggadaian aset desa dalam Permendagri No. 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, bahwa aset desa tidak dapat diserahkan kepada pihak lain sebagai bentuk pembayaran atas tagihan kepada pemerintah desa (Pasal 6 ayat (4) dan juga tidak dapat digadaikan ataupun dijadikan barang jaminan Pasal 6 ayat (5). Selain itu dalam bentuk pemanfaatan aset desa dalam bentuk Kerja Sama Pemanfaatan aset desa sebagai pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilarang menjaminkan atau menggadaikan aset desa yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan.

Selain itu menggadaikan aset desa tidak diperbolehkan juga dalam hal bangun guna serah atau bangun serah guna, sebagaimana ketentuan Pasal 15 ayat (4) yang menegaskan bawa pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 15 ayat (1) dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan tanah yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna.

Pasal 77 Undang Undang No. 6 Tahun 2014 terhadap pengelolaan kekayaan milik Desa dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai ekonomi. Ayat (1). Pengelolaan kekayaan milik desa dilakukan untuk meningatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan Desa Ayat (2). Pengelolaan kekayaan milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan tata cara pengelolaan kekayaan milik Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Ayat (3).

Dalam kaitannya dengan penggadaian atas tanah desa yang dilakukan oleh kepala desa dengan tanpa adanya pembahasan dan persetujuan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dengan demikian sebagaimana yang dirumuskan dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa, tidak dapat dibenarkan, apalagi tujuan dari adanya menggadaikan aset desa tersebut sebagai bentuk memperkaya diri sendiri ataupun untuk kepentingan pribadi. 

Jika ditinjau secara hukum pidana maka perbuatan kepala desa dengan menggadaikan tanah sebagai aset desa tersebut telah memenuhi unsur-unsur dalam KUHPidana tentang “Penggelapan”sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372-377.
Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang pasal Penggelapan yang teridiri dari 6 Pasal yaitu Pasal 372-377. Dengan melihat cara perbuatan yang dilakukan, maka kejahatan penggelapan terbagi atas beberapa bentuk, yaitu :

1. Penggelapan dalam bentuk pokok
Kejahatan penggelapan ini diatur dalam Pasal 372 KUHP, dalam hal tentang penggelapan pokok tidak ditentukan benda yang menjadi objek kejahatan ini tidak ditentukan jumlahnya atau harganya.
Pasal 372 KUHP menyatakan “Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak Rp.900,-“
Dari rumusan pasal Penggelapan diatas unsur-unsur yang terkandung didalamnya jika dirinci yaitu :
a. Unsur objektif, adalah :
- Perbuatan memiliki
- Sesuatu benda
- Yang sebagian atau keseluruhan milik orang lain
- Yang berada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan.
b. Unsur-unsur subjektif, adalah
- Dengan sengaja.
- Dan melawan hukum.

2. Penggelapan ringan
Dikatakan penggelapan ringan, apabila objek dari kejahatan bukan dari hewan atau benda itu berharga lebih dari Rp. 250,-. Besarnya ketentuan harga ini tidak sesuai lagi dengan keadaan masa sekarang ini. Namun demikian praktek disesuaikan dengan kondisi sekarang dan tergantung pada pertimbangan hakim. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 373 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-
Pasal 373 KUHP menentukan bahwa “Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 372, jika yang digelapkan itu bukan hewan dan harganya tidak lebih dari Rp. 250,- dihukum, karena penggelapan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-
Unsur-unsur untuk memenuhi pasal penggelapan ringan sebagaimana dalam Pasal 373 yaitu :
a. Unsur-unsur penggelapan dalam Pasal 372.
b. Unsur-unsur yang meringankan, yaitu :
- Bukan ternak
- Harga tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah;

3. Penggelapan dengan pemberatan 
Penggelapan dengan pemberatan ini diancam dengan hukuman yang lebih berat. Bentuk penggelapan yang diperberat diatur dalam Pasal 374 dan 375. Faktor yang yang menyebabkan lebih berat dari bentuk pokoknya, disandarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan  pada orang yang menguasai benda yang digelapkan.
Pasal 374 mengatakan bahwa “Penggelapan dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”.
Apabila rumusan Pasal 374 tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. Semua unsur penggelapan dalam bentuk pokok Pasal (372)
b. Unsur-unsur khusus yang memberatkan, yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh :
- Karena ada hubungan kerja
- Karena mata pencaharian
- Karena mendapatkan upah untuk itu
Bentuk kedua dari Penggelapan yang diperberat terdapat dalam rumusan Pasal 375 KUHP yang berisi “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, kurator, pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau pengurus balai derma, tentang sesuatu barang yang ada dalam tangannya karena jabatannya yang disebut, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun”.
Bentuk rumusan yang terkandung didalam Pasal 375 yaitu :
a. Unsur-unsur pasal 372 KUHP
b. Unsur-unsur yang memberatkan, yaitu :
- Oleh orang yang kepadanya terpaksa barang itu diberikan untuk disimpan
- Terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatan mereka sebagai wali, pengampu, pengurus yang menjalankan wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan.

4. Penggelapan dikalangan keluarga
Penggelapan ini diatur dalam Pasal 376 KUHP. Dalam kejahatan terhadap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi :
a. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya (Pasal 376 ayat (1) KUHP).
b. Tindak pidana aduan, tanpa adanya pengaduan baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya maka tidak dapat dilakukan penuntutan (Pasal 376 ayat (2) KUHP).

Research By:


0 komentar:

Posting Komentar